Category: Fiksi
  • Lidah Ibu

    Lidah Ibu

    /
    /

    Cerpen: Artie Ahmad   Di dapur rumah, pagi belum benar-benar datang ketika ibu akan tenggelam di balik rutinitas menanak nasi dan sibuk meracik sayur mayur. Lengking jerit teko berisi air mendidih akan meningkahi bunyi pisau yang beradu dengan talenan. Lalu bunyi kucuran air akan membuat semerbak aroma kopi, menguar menjalar masuk ke kamar tidurku yang…

    Selengkapnya »

  • Vespa PX Mbah Baweh

    Vespa PX Mbah Baweh

    /
    /

     Cerpen Khilma Anis Setiap kali bersitegang dengan suamiku, segera kugendong anakku dan menaiki motor menuju pantai Parangkusumo. Aku lahir dan besar di Rembang. Menikah dengan laki-laki orang asli Bantul sementara aku tidak punya sanak keluarga di sini, jadilah seluruh kegalauan kutumpahkan di pantai ini. Hangat pasir, biru air laut, saujana terbentang samudera, dan debur ombaknya…

    Selengkapnya »

  • Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (8)

    Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (8)

    /
    /

    -8-Kepahlawanan Thariq dan Ghulam Sejak computer masuk ke dalam rumah, bukan hanya nasyid yang menemani hari-hariku. Terutama setelah computer di rumah berganti dengan computer baru berpentium 2, yang bekerja dengan menggunakan windows. Pameran buku Internasional pun tidak lagi hanya menjual buku-buku dan kaset. Ada banyak stand yang menjual cd. Dari CD Al-Qur’an dengan berbagai bacaan…

    Selengkapnya »

  • Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (7)

    Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (7)

    /
    /

    Pameran Buku Syekh Ahmad berjuang meyakinkan Ayah untuk mengizinkannya mengajak kami, aku, saudaraku, juga anak-anak kecil lainnya untuk pergi ke Ma’radh Kutub Dauliy, Pameran buku Internasional. Sebuah perjuangan yang tidak mudah. Pameran buku ini membuatku takjub, karena untuk pertama kalinya aku melihat pameran buku sebesar ini. Sangat besar. Sebelum berangkat, Syekh Ahmad membaca doa, berdzikir,…

    Selengkapnya »

  • Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (2)

    Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (2)

    /
    /

    -2-Sabachat-Tha’iru Kami adalah keluarga Islami yang istimewa. Ayahku sudah menjadi anggota organisasi Jama’ah Ikhwanul Muslimin (IM) sejak remaja. Sedang Ibuku adalah putri seorang pembesar Jama’ah IM di kampung beliau tinggal, yang membawahi cabang Ikhwanul Muslimin desa beliau dan desa-desa sekitarnya. Bisa dibilang, kakek adalah pemimpin Jama’ah IM untuk seluruh penjuru Hehya, Zaqaziq. Pernikahan kedua orang…

    Selengkapnya »

  • Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (6)

    Yauman Ma Kuntu Islamiyan Part (6)

    /
    /

    -6-Sekolah dan Negara Dua hal dari masa kecilku yang membuatku tumbuh dan terus bergerak, tetapi terasa mengganggu, yaitu bendera dan nasyid.Aku ingat dengan baik bagaimana pandanganku tentang bendera. Bendera hanyalah sepotong kain yang berwarna, tetapi tidak memiliki makna. Siapapun tentu saja bisa berpendapat bahwa, “Merah menunjukkan darah syuhada yang mengalir ketika mempertahankan kemerdekaan Mesir, hitam…

    Selengkapnya »

  • Yauman Ma Kuntu Islamiyan (Part 3)

    Yauman Ma Kuntu Islamiyan (Part 3)

    /
    /

    – 3 –Salsabil Kutinggalkan tape yang berada di ruang utama apartemen kecil kami. Aku berjalan menuju ke salun, sebuah ruangan kecil yang tertutup, ke sebuah alat menakjubkan, seperti televisi. Tetapi tanpa wajah artis yang keluar dari layar tabungnya. Komputer terbaru XT100, sebelum Pentium. Komputer yang menggunakan dose, sebelum windows. Tak pernah sekalipun aku temukan komputer…

    Selengkapnya »

  • Yauman Ma Kuntu Islamiyan (Part I)

    Yauman Ma Kuntu Islamiyan (Part I)

    /
    /

    Part I Aku mulai mencari dalam setiap lipatan kenanganku yang panjang hingga akhirnya kutemukan langkah pertama yang harus kuambil. Apa yang orang bilang sebagai Islamis, atau dengan kata lain, perasaan yang berbeda, perasaan istimewa dibanding siapapun yang ada di sekelilingnya. Aku mulai bertanya; adakah di antara kita, yang mendapatkan label islamis -atau yang seperti itu-,…

    Selengkapnya »

  • Bianglala

    Bianglala

    /
    /

    cerpen Akhiriyati Sundari Malam menggantung pucat di puncak pekat. Begitu kecil begitu sipit cahaya tercurah dari arah bulan sabit, menyirami  jalan setapak menuju pondok, sedikit-sedikit. Dari arah selatan, kesiur angin laut menampar wajah seorang remaja perempuan, mencubit-cubit kulitnya hingga merekahkan gigil. Hendak ia percepat langkahnya saat melewati samping kiri tanah kebun luas yang ditanami rimbun…

    Selengkapnya »