,

Wakaf dan Pemberdayaan Masyarakat

/
/

wakaf dan pemberdayaan

Islam adalah agama yang memancarkan rahmat dan kebaikan untuk alam semesta raya. Islam tidak hanya mengurusi ibadah vertikal, yang secara teologis hanya berurusan kepada iman dan keesaan Allah. Melainkan, secara general, Islam menuntun muslim dan muslimah agar semua urusan kita—utamanya urusan dunia—menjadi terarah sesuai apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Salah satu urusan itu adalah soal pemberdayaan masyarakat melalui wakaf.

Wakaf adalah perkara sunah. Meskipun berwatak anjuran, wakaf tidak sekedar menambah pahala sang wakif—seorang yang melaksanakan ibadah wakaf. Melainkan, lebih dari itu, manakala wakif menyatakan secara lugas dan lirih kepada nazhir—seorang yang mengurusi perkara wakaf—sebidang tanah, maka pahala atau ganjarannya tiada putus-putusnya.

Hal di atas, ditegaskan oleh sebuah hadis yang mahsur, yaitu: “Semua amal manusia akan terputus kecuali tiga hal, yaitu: sedekah jariyah; ilmu yang bermanfaat; dan anak saleh yang selalu mendoakan kedua orang tuanya.” Nah, wakaf berada di dalam posisi sedekah jariyah, mengingat wakaf sendiri termasuk golongan sedekah. Namun, ia berbeda dengan zakat yang sifatnya wajib dan masuk dalam rukun Islam setelah salat.

Sayangnya, masyarakat Indonesia secara umum, berpengetahuan bahwa sebidang tanah wakaf hanya diberdayakan untuk tiga hal: masjid, sekolah, dan makam. Tiga hal tadi, harus kita maklumi, pasalnya memang itulah yang membuat pahala seorang yang pernah mewakafkan tanahnya tiada putus hingga diliang lahat. Bangunan-bangunan tersebut sangatlah bermanfaat dan jelas mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat secara umum.

Berangkat dari pengetahuan lazim dimiliki masyarakat Indonesia tentang kemanfaatan wakaf yang digunakan untuk “itu-itu saja”, kita perlu menilik apa yang diungkap Prof. Uswatun Hasanah, pakar wakaf Indonesia. Dalam kalimat pengantarnya di buku bertajuk Manajemen Wakaf Produktif yang dikarang oleh Dr. Mundzir Qahaf (Khalifa, 2008), Prof. Uswatun menyebutkan bahwa dalam segi pemberdayaan wakaf untuk kebutuhan ekonomi masyarakat masih dipandang sebelah mata.

Memang, suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, bahwa wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berupa masjid, sekolah, makam, dan rumah yatim piatu. Namun, dilihat dari segi ekonominya, wakaf yang ada memang belum bisa berperan dalam menanggulangi problem umat. Khususnya, dalam urusan kesejahteraan dan ekonomi. Mengingat, dalam perkara ini pemberdayaan wakaf yang ada kuranglah maksimal.

Lalu kita harus bagaimana? Kita paham, bahwa pemberdayaan wakaf belum menyentuh kulit ekonomi masyarakat bisa dipertanyakan. Apakah nazirnya kurang kreatif dalam mengurusi dan pengelolaan tanah wakaf, juga kurangnya pemahaman hukum tentang wakaf? Apakah memang tanah wakaf di Indonesia begitu sempit sehingga belum bisa disulap menjadi bangunan-bangunan yang membuka kran perputaran uang di suatu daerah?

Dewasa ini, perkara dan hukum Islam atau fikih mengalami semacam dinamisasi dalam rangka merespon tantangan zaman semakin menggila dan makin kompleks perkaranya. Hasil-hasil keputusan hukum yang diketok palu oleh ulama-ulama abad abad pertengahan, kini mulai di reaktualisasikan melalui pendekatan dan paradigma yang sesuai dan tidak menutup diri dengan filsafat Barat-Modern.

Kini, muncul istilah wakaf produktif. Menurut Dr. Mundzir Qahaf dalam bukunya berjudul Manajemen Wakaf Produktif (Khalifa, 2008), wakaf produktif pada intinya adalah pemberdayaan wakaf diorientasikan kepada kepentingan ekonomi. Bahwa, harta wakaf—wakaf tidak bergerak dan wakaf bergerak—digunakan untuk kepentingan produksi, baik dalam bidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa.

Perlu diperhatikan bahwa, dalam hal wakaf produktif ini, manfaat harta wakaf ini tidak dirasakan secara langsung. Melainkan, keuntangan dari pemberdayaan harta wakaf tersebut diberikan atau disedekahkan kepada orang-orang yang berhak (mustahik) sesuai tujuan wakaf itu sendiri. Dan, hasil pemberdayaan harta wakaf secara produktif dipergunakan untuk merawat dan melestarikan harta yang sudah diwakafkan.

Bukankah harta wakaf yang diperdayakan secara produktif dapat membuat masyarakat berdaya utamanya dalam menopang perekonomiannya? Tentu soal ini, menjadi angin segar bagi kita. Lebih-lebih, konon, beberapa negara-negara adidaya sudah terhantam resesi. Kreativitas pengelolaan wakaf tidak selalu dibangun sekolah, masjid, dan makam, melainkan bisa dibangun rumah makan dengan biaya produksi, bahan-bahan produksi, dan piranti lainnya yang berasal dari masyarakat setempat. Sehingga, wakaf bisa memberikan ketahanan pangan kepada masyarakat

Selain itu, menggemakan literasi tentang wakaf produktif, memberitahu masyarakat khususnya umat Islam Indonesia bahwa fikih atau hukum Islam itu berwatak luwes sesuai dengan perkembangan zaman. Maka, Islam—melalui wakaf—bisa termanifestasikan sebagai agama yang memberi rahmat bagi alam semesta sebagaimana Islam yang didawuhkanBaginda Nabi Muhammad SAW. Demikian. (IM)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *