Neswa.id-Sebelum adanya peningkatan umur dalam syarat menikahkan seorang anak, umur pernikahan bagi perempuan adalah 16 tahun. Kemudian terdapat perubahan undang-undang pernikahan di mana pernikahan yang ideal adalah laki-laki berusia 21 tahun dan perempuan berusia 19 tahun. Pada usia tersebut seseorang yang melakukan pernikahan sudah memasuki usia dewasa, sehingga dirasa sudah mampu memikul tanggung jawab dan perannya masing-masing, baik sebagai suami maupun sebagai istri.
Terlintas tidak ada yang masalah dalam umur. Tetapi keadaan tidak menyenangkan dialami oleh perempuan yang mengalami pernikahan anak. Terjadinya pernikahan anak, berarti perempuan harus merelakan masa depannya dihabiskan untuk menikah di usia anak. Sebab beberapa orang tua merasa bahwa menikahkan anak perempuan lebih cepat menjadi salah satu penyelamat seorang perempuan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik.
Sebab-sebab yang paling logis ketika orang tua menikahkan anaknya adalah ekonomi yang tidak cukup, sehingga membuat orang tua harus mengorbankan anak perempuan. Fenomena ini tidak lagi menjadi rahasia, sebab alasan-alasan kemapanan ekonomi menjadi salah satu hal yang membuat pernikahan anak makin meningkat.
Saya pernah memiliki pengalaman berkunjung ke pengadilan agama di salah satu kota. Disana saya bertujuan untuk mendapatkan data tentang pernikahan anak yang meningkat pasca covid. Dalam laporan tersebut, banyak yang mencantumkan bahwa pernikahan anak dilakukan dan mendapatkan dispensasi pernikahan dikarenakan pasangan yaitu laki-laki sudah memiliki ekonomi yang mapan sehingga mampu menanggung semua kehidupan seorang anak perempuan.
Tetapi, permasalahan pada pernikahan anak tidak melulu soal tentang ekonomi, di balik itu terdapat kesehatan reproduksi pada perempuan, kesiapan mental, dan kerentanan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Ekonomi yang mapan saja tidak cukup menjadi bekal untuk menikah di usia anak.
Beberapa waktu lalu ramai di media sosial terkait putusnya hubungan seorang public figure yang memutuskan untuk berpisah karena pihak perempuan tidak siap menikah. Mengingat umur pada perempuan public figure juga baru saja memasuki umur 20 tahun. Beberapa netizen berkomentar bahwa mereka berdua seharusnya menikah karena mereka sama-sama kaya. Tetapi apakah dengan kemapanan ekonomi seseorang lantas mengenyampingkan fenomena yang lain, seperti kesehatan mental maupun kesehatan reproduksi? Nyatanya pernikahan bukan hanya tentang ekonomi saja. Namun, ada banyak aspek-aspek lain yang harus diperhatikan.
Dalam dunia pernikahan, tidak seharusnya mengenyampingkan pengalaman-pengalaman khas perempuan. Ada alasan yang logis mengapa perempuan dibawah umur tidak diperkenankan untuk menikah, di antaranya: Pertama, adalah tentang keselamatan perempuan dan anak yang dilahirkan. Menurut Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G. (K) menyampaikan dalam Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023, ia berpendapat bahwa diameter kepala bayi yang akan dilahirkan diciptakan tidak pernah kurang dari 9,6 cm dan tidak pernah lebih dari 10 cm. Sedangkan panggul perempuan yang berusia di bawah 20 tahun belum mencapai 10 cm. Berdasarkan kondisi ini, melahirkan pada usia di bawah 20 tahun sangat berbahaya dan beresiko hingga dapat berakibat pada kematian ibu dan bayi.
Kedua, pendidikan. Anak perempuan yang memutuskan menikah, tidak lagi dapat melanjutkan pendidikannya. Terdapat kasus di Aceh, pihak sekolah mengeluarkan anak perempuan yang telah menikah. Adapun terdapat kasus yang terdapat di sekitar kita, bahwa Ketika terdapat perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan dan memutuskan untuk menikah, pihak sekolah mengeluarkan anak perempuan, sedangkan anak laki-laki yang berstatus sebagai suami, ia masih diberikan kesempatan untuk menempuh pendidikan yang layak.
Ketiga, kekerasan dalam rumah tangga kerap terjadi da lam pernikahan anak. Hal ini karena labilnya emosi. Kekerasan yang dialami dalam rumah tangga bisa saja terjadi karena memiliki pemicu pendapatan ekonomi yang rendah. Mental tidak stabil mampu menjadi penyebab kekerasan dalam rumah tangga, karena terdapat relasi kuasa yang di mana suami memandang istri tidak memiliki pekerjaan sebab perempuan hanya melakukan pekerjaan domestik yang tidak menghasilkan uang.
Dari sekian banyaknya alasan mengapa pernikahan anak seharusnya dihindari, hal itu demi keberlangsungan kehidupan perempuan dan anak yang lebih baik. Jika dalam suatu keluarga tidak memiliki ekonomi yang mapan, langkah yang perlu dilakukan adalah dengan bekerja, bukan menikahkan seorang anak perempuan dengan laki-laki kaya.
Begitupun ketika ingin melakukan pernikahan karena agar menghindari zina, seharusnya konsep menghindari zina adalah dengan menahan dengan melakukan aktivitas yang positif, bukan dengan menikah. Sebab pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Pernikahan menjadi ibadah terpanjang yang perlu dipersiapkan secara matang. (IM)
Leave a Reply