Terbitnya fajar pada tanggal 10 Muharram menjadi hari yang bersejarah. Dua pasukan bertemu di dalam medan pertempuran dengan jumlah yang sangat tidak berimbang, 4000 tentara dengan perbekalan dan senjata yang lengkap di bawah pimpinan Umar ibn Sa’ad berhadapan dengan 72 tentara Husain yang terdiri dari keluarga termasuk perempuan dan anak-anak serta sahabat-sahabatnya.
Satu persatu sahabat Husain terbunuh di hadapannya. Hingga tidak ada lagi yang tersisa dari para sahabatnya. Kemudian, satu persatu pihak keluarga-pun maju ke medan pertempuran dengan gagah berani. Orang pertama yang syahid dari keluarga Husain adalah putranya sendiri Ali Akbar Ibn Husain. Ia menyerang secara terus menerus hingga akhirnya ia terkena lemparan panah pada lehernya. Ketika itu Zainab keluar dari tendanya dan berlari memeluk keponakannya yang telah syahid dan membawanya kembali ke tenda.
Kemudian di saat pasukan Umar ibn Sa’ad mengelilingi Husain, salah satu keponakannya “Qasim ibn Hasan” yang masih berumur belasan tahun berlari menuju pamannya Husain. Zainab yang berusaha berlari mengejar Qasim untuk menahannya, pada akhirnya tidak bisa menghalanginya. Hingga sebuah pedang yang akan mengayun ke arah Husain diterima oleh tangan Qasim sehingga tangannya terpotong dan kemudian menjadi syahid. Zainab berlari dan mendapati keponakannya tersebut, tetapi tiba-tiba Husain telah berdiri dan mendekap Qasim dan menidurkannya di dekat Ali Akbar di hadapan Zainab.
Setelah itu Husain membawa puteranya yang paling kecil dan masih menyusui Abdullah Ashgar di atas pangkuannya, kemudian bayi mungil itu-pun dilempar anak panah tepat di lehernya hingga tembus oleh seorang laki-laki dari Bani Asad. Husain menampung darah puteranya dengan tangannya, dan selanjutnya Zainab-lah yang menerima satu per satu keluarganya, baik yang terluka, yang hampir meninggal maupun yang sudah meninggal. Mulai dari putra putranya sendiri ‘Aui dan Muhammad, adik adik Zainab, dua putra Husain, dua putra Hasan, putra-putra pamannya dan seterusnya. Hingga kemudian hampir semua sahabat dan anggota keluarga Nabi Saw telah syahid dan tinggallah Husein yang terus bertempur seorang diri.
Zainab tidak pernah jauh dari Husein, dia terus mengawasi pertempuran hingga pada akhirnya Husein semakin lemah dan terjatuh karena banyaknya luka pada tubuhnya. Hatinya merasa teriris hingga dia memejamkan matanya karena merasa tidak sanggup lagi melihat sang kakak yang akhirnya terbunuh. Setelah itu seseorang datang menghantam tangan kiri Husain hingga putus, kemudian seorang lagi datang menghantam tangan kanannya hingga tangan kanannya juga terputus, dan terakhir seseorang datang memenggal kepalanya.
Peperangan di Kerbala ini akhirnya berhenti setelah terbunuhnya Husain. Tidak hanya itu para tentara Ubaidullah juga berebut menangkap kuda, unta dan merampas barang-barang yang ada. Kuda-kuda tersebut dikerahkan untuk menginjak-injak jenazah para pahlawan Kerbala. Sementara itu Zainab bersama para perempuan dan anak-anak duduk di hadapan potongan-potongan jenazah yang berserakan, menatapnya dengan penuh kesedihan dan air mata.
Demikianlah, terbenamnya matahari pada tanggal 10 Muharram tahun 61 H dipenuhi dengan hujan air mata dan darah yang bersimbah di bumi Kerbala. Zainab menjadi salah seorang perempuan yang menjadi saksi sejarah tragedi Kerbala. Dia selalu berada di samping Husain untuk berjaga dan ikut berjuang sampai pada titik darah terakhir, dia juga yang merawat anggota keluarga mereka yang sakit, menolongnya, menghiburnya, hingga kemudian dia ditawan bersama anggota keluarga yang masih ada untuk dibawa ke hadapan khalifah Yazid ibn Mu’awiyah.
Sumber: Prof. Dr. Aisyah Abdurrahman bintu Syati’ dalam Sayyidatu Zainab Bathalatu Karbila’
Leave a Reply