,

Prasangka dan Anak-anak

/
/


Ada yang menganggap anak kecil tak mungkin berprasangka atau bersikap rasis. Banyak orang, disadari atau tidak, masih menganut teori tabula rasa: anak lahir bagai kertas putih tak bernoda. Apa pun yang ada pada diri anak, entah itu sikap, perilaku, kepribadian dipandang pasti timbul gegara pengaruh lingkungan, entah itu pola asuh atau hasil meniru orang dewasa di sekelilingnya.

Tapi pandangan ini tak sepenuhnya tepat. Sebagaimana diketahui para ibu yang punya anak lebih dari satu: bayi terlahir dengan keunikan masing-masing. Ada yang cuek, ada yang manja. Ada yang suka digendong, ada yang tidak.

Intinya, anak terlahir dengan membawa kecenderungan tertentu. Salah satu yang hendak saya bahas adalah kecenderungan untuk melakukan kategori sosial. Ini adalah akar dari stereotip dan prasangka.

Riset demi riset menunjukkan bahwa kategorisasi sosial adalah fitur built-in dalam diri manusia. Anak di bawah lima tahun sudah dapat melakukannya. Mereka sudah mahir membedakan, dan (ini yang perlu diperhatikan) punya preferensi pada, manusia yang sama dengan mereka, misalnya dalam hal gender atau warna kulit.

Bisa dibilang ini kecenderungan alamiah manusia. Dengan alamiah, apakah berarti saya mengatakan rasisme atau diskriminasi berdasar stereotip sosial itu sah? Tidak. Dengan “alamiah” saya mengatakan bahwa ini kecenderungan yang sifatnya instingtif, naluriah, bukan sesuatu yang terjadi di bawah kendali sadar.

Di awal hidupnya,bayi manusia sepenuhnya mengandalkan insting dasar. Tanpa perlu kemampuan berpikir sadar, bayi-bayi bisa memanipulasi lingkungan agar kebutuhan dasar seperti makan dan tidur terpenuhi. Barulah seiring bertambah usia, sedikit demi sedikit kemampuan kognitif berkembang dan mereka tak selalu mengandalkan insting dalam bertindak.

Riset menunjukkan bahwa kecenderungan kategorisasi sosial dan preferensi ingroup ini mencapai puncaknya di sekitar usia 7 atau 8 tahun dan dapat menurun seiring anak bertambah usia. Artinya, seiring bertambah usia dan semakin matang otak, dalam lingkungan yang tepat (misalnya lingkungan yang cukup diwarnai interaksi positif antar kelompok sosial), anak akan semakin mampu mengatasi insting dasarnya dan merengkuh sikap sosial yang tidak melulu berdasar prasangka dan stereotip.

Masalahnya adalah, apakah kita sudah menciptakan lingkungan yang memadai bagi anak-anak kita agar mampu menindas prasangka dan stereotip kelompok?

**



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *