,

Perempuan Bukan Sekadar Objek Seksual: Sebuah Ulasan Singkat Lukisan Affandi di Museum OHD Magelang

/
/

Perempuan Bukan Sekadar Objek Seksual dalam Seni Lukis

Neswa.id-Kunjungan ke Museum OHD pada tanggal 29 Mei lalu bukanlah kali pertama saya melihat pameran lukisan. Sebelumnya, saya pernah beberapa kali datang ke Bentara Budaya Yogyakarta atau Jogja Gallery untuk melihat lukisan-lukisan yang dipajang disana. Jika dihitung, mungkin Museum OHD adalah kali kelima saya berkunjung untuk tujuan yang sama. Namun meski telah berkali-kali, entah mengapa melihat koleksi lukisan pribadi pak Oei terasa sangat eksklusif dan berbeda. Entah karena ini adalah kunjungan pertama saya yang tujuannya murni untuk belajar, atau karena koleksi Pak Oei memang begitu authentic sehingga auranya sampai pada kami yang sedang belajar, pada intinya saya merasa sangat beruntung karena bisa mendengar langsung kisah dibalik terciptanya lukisan itu hingga sampai di dinding museum beliau.

Museum OHD sendiri adalah sebuah museum yang berisi koleksi lukisan pribadi milik kolektor lukisan ternama yakni bapak Oei Hong Djien. OHD sendiri merupakan akronim dari nama beliah. Pak Oi, begitu panggilan akrabnya, sebenarnya adalah seorang lulusan kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1964.

Akan tetapi, hobi dan ketertarikannya kepada seni lukis membuatnya hari ini menjadi salah satu kolektor lukisan yang paling terkenal di Indonesia. OHD mulai mengoleksi lukisan sejak tahun 1970-an dan telah memiliki sekitar 2000 koleksi karya seni yang terdiri dari lukisan, patung, instalasi dan seni media baru.

Banyak di antara koleksi lukisan yang dipajang di Museum OHD merupakan karya dari berbagai pelukis ternama, diantaranya seperti Affandi, Soedibjo, S. Soedjojono, Widayat, Raden Saleh dan banyak lagi seniman lainnya. Diluar dari kesempatan untuk melihat lukisan langka karya para pelukis ternama tersebut, kunjungan kami ke museum beberapa minggu lalu adalah sebuah moment keberuntungan karena kami bisa langsung ditemani pak Oei berkeliling melihat-lihat lukisan.

Salah satu yang menarik perhatian saya sejak kali pertama masuk ke Museum OHD adalah lukisan-lukisan Affandi. Karya pelukis ini begitu khas dan coraknya mudah sekali dihapal. Bagi orang yang awam mengenai seni lukis seperti saya, guratan Affandi terlihat memiliki sentuhan yang berani dan tanpa keraguan. Sekilas, lukisan-lukisannya seakan terlihat abstrak. Semakin dekat dipandang, maka gambar yang ingin ditunjukkan semakin tidak terlihat. Sebaliknya, lukisan-lukisan Affandi justru dapat menggambarkan objeknya dengan lebih jelas jika dilihat dari jauh. Asumsi saya terhadap lukisan Affandi yang merasa bahwa lukisan tersebut semakin abstrak jika dilihat dari dekat juga disampaikan oleh pak Oei. Guratan cat melingkar-lingkar khas Affandi memiliki pesonanya tersendiri jika dipandang. Titik itulah yang membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama pada karya Affandi.

  Source : OHD Museum

 Gambar 3 : Lukisan Klenteng Karya Affandi

Menurut penjelasan pak Oei, Affandi merupakan sosok pelukis yang tegas. Sebagaimana terlihat dari setiap lukisannya, sang maestro memang pantang meragukan apa yang dia lukis. “Kalau Affandi selesai melukis, pasti tak akan dilihatnya lagi. Dibiarkan saja, pantang mengoreksi hasil lukisan”, tuturnya. Pemilihan objeknya pun tak pernah asal. Affandi selalu melukis objek yang akrab dengannya, sehingga setiap lukisan harus memiliki makna. Pak Oei juga menjelaskan bahwa Affandi jarang sekali menggunakan model dalam lukisannya, sebab ide/interpretasi dari karya yang akan dibuatnya telah melekat lebih dulu di kepala sebelum ia memutuskan untuk melukis suatu objek. Bagi Affandi, lukisan tak sekadar gambar, melainkan juga ekspresi. Sebuah objek yang dilukis tidak boleh hanya tentang objek itu sendiri, namun harus juga berbicara tentang problem atau realita yang terkandung di dalamnya. Mungkin inilah alasan mengapa Affandi dijuluki sebagai pelukis ekspresionisme. Ekspresionisme yang dimaksud disini adalah seniman yang melukis untuk tujuan mengekspresikan emosi, pengalaman, dan perasaan subjektif melalui karya seni.

Cara Affandi melukis digambarkan oleh Pak Oei melalui contoh ketika Sang Maestro melukis tentang perempuan. Menurut penjelasan OHD, Affandi tak pernah melukis perempuan karena tubuhnya. Meski tubuh perempuan seringkali dijadikan objek dalam seni lukis, tapi Affandi melukis perempuan bukan karena hal tersebut. “Affandi biasanya melukis perempuan jalanan atau pekerja seks, bukan untuk menggambarkan keindahan tubuhnya. Tapi apa problem sosial yang dialami mereka sehingga berada dalam posisi tersebut”, jelas Pak Oei. Penjelasan tersebut kemudian saya temui dalam lukisan karya Affandi yang dipajang di lantai 2 Museum OHD. Lukisan tersebut berjudul “woman combing her hair” yang berarti perempuan yang menyisir rambutnya.

   Source : OHD Museum

Gambar 4 : Woman Combing Her Hair, Affandi

Tidak ada keterangan mengenai tahun berapa dan di mana lukisan ini dibuat. Pak Oei hanya menjelaskan bahwa potret ini menggambarkan tentang seorang pelacur. Jika dilihat sekilas, orang awam seperti saya mungkin tidak akan sadar bahwa ini adalah karya Affandi. Berbeda dengan lukisan-lukisan lain dengan guratan melingkar-lingkar, lukisan ini paling berbeda di antara karya Affansi lain. Jika tidak salah tebak, mungkin lukisan ini digambar menggunakan arang (Bagian ini perlu di-crosscheck kembali). Meski tidak se-indah lukisan Affandi yang lain, ketertarikan terhadap segala yang berhubungan dengan perempuan kemudian membuat perhatian saya tertuju pada potret ini. Berjajar dengan lukisan berobjek perempuan lain, menurut saya ia memiliki makna yang paling mendalam.

Jika merujuk pada pernyataan Pak Oei sebelumnya, Affandi merupakan seorang pelukis yang tidak sekadar menggambarkan objek yang dilukisnya, namun selalu mendasarkan apa yang dia gambar kepada inspirasi dari objek tersebut. Apa yang saya lihat dari potret perempuan dalam lukisan Affandi kemudian bukanlah gambaran seorang pelacur dengan kemolekan tubuhnya. Lukisan tersebut tidak menggambarkan sisi seorang pelacur yang “menjual diri” sebagaimana yang melekat dalam stigmatisasi masyarakat. Ada sisi lain dari dari kehidupan mereka yang jarang sekali kita perhatikan, yakni “alasan” mengapa akhirnya seorang pelacur memilih hal tersebut sebagai caranya bertahan hidup. Banyak yang menjalaninya karena tidak ada pilihan lain, ada pula yang masuk kesana karna terjebak, dan beberapa perempuan juga memilih masuk ke dunia seks komersial karena trauma. Semua hal tersebut digambarkan oleh Affandi sebagai beban yang terpancar melalui pemilihan warna suram dalam lukisan.

Potret Perempuan dalam Lukisan Affandi

Di antara semua ekspresi dan gaya, saya penasaran mengapa Affandi memilih moment ketika sang pelacur menyisir rambutnya menggunakan jari. Meski saya pun tidak tahu apakah lukisan ini terinspirasi dari moment nyata Affandi atau hanya imajinasinya, tapi potret ini, dalam pandangan saya, seakan menggambarkan beban, kesedihan, emosi serta rasa sakit seorang pelacur perempuan menjadi satu. Affandi, melalui lukisannya, seakan ingin menunjukkan bahwa apa yang kita anggap selama ini bahwa seorang pelacur menikmati hidupnya adalah salah besar. Rambut yang berantakan adalah ekspresi rasa lelah. Tangan yang menyisir rambut adalah penggambaran sisa tenaga yang dimiliki sang perempuan untuk menjalani harinya. Meski seks selalu menjadi gambaran kenikmatan duniawi, tapi menjadikannya sebagai pekerjaan belum tentu menyenangkan, apalagi jika harus dilakukan berkali-kali dalam sehari dengan orang yang bahkan tidak dikenali.

Menjadi pekerja seks bukanlah pilihan, karena nyatanya mereka seringkali tak punya pilihan lain. Melalui lukisannya yang luar biasa, Affandi berhasil menyampaikan itu semua meski tanpa berkata. Semoga namamu selalu abadi dalam karya, Sang Maestro.

Terima kasih pula untuk guru saya, Bapak Agus, untuk kesempatan melihat semua karya luar biasa ini. Serta Pak Oei, untuk cerita hebatnya yang menginspirasi.

Sumber Referensi:

[1] Oei Hong Djien | About dr OHD (ohdmuseum.com), diakses pada 23 Juni 2023 pukul 14.53 WIB

[2] Oei Hong Djien | About OHD (ohdmuseum.com), diakses pada 23. Juni 2023 pukul 14.00 WIB

[3] Gamal Kartono, “Bagaimana Cara Mengamati Lukisan Karya Affandi,” Fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Medan, n.d., hlm. 2.


Nihayatus Zaen Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *