Pernah lihat film India yang berjudul Padman? Jika belum, tontonlah. Film itu menyadarkan saya betapa masyarakat kita masih menganggap pengalaman biologis sebagai aib. Seorang gadis yang baru mengalami menstruasi akan bersedih karena ia harus menyiapkan diri untuk dikucilkan dan diasingkan.
Ya, selama darah keluar dari vaginanya gadis itu dianggap kotor maka harus diasingkan, kadang disuruh ‘uzlah (menyendiri) di kamar pojok hingga tak satupun orang bisa berdekatan dengannya.
Akibatnya untuk membeli pembalut saja pembeli dan penjual harus sama-sama berbisik karena dianggap berbincang tentang aib. Selain karena tidak cukup percaya diri untuk “membicarakan aib” dengan orang lain, masyarakat proletariat lebih memilih tidak membeli pembalut karena harga pembalut sengaja dipasang tinggi. Akhirnya mereka memakai kain bekas dan kotor untuk membalut darah yang terus-menerus keluar selama 7-15 hari itu.
Muncul Arunachalaman, seorang suami yang memiliki misi membuat pembalut yang higienis dan murah. Keinginan ini muncul karena ia miris melihat istrinya yang selalu menghindar saat ia mendekatinya, bukan untuk berhubungan badan, bahkan sekedar untuk menyentuh tangan dan bercengkerama santai istrinya tidak mau, sebab ia merasa dirinya kotor.
Perjuangan Aruna tidaklah mudah, ia harus melakukan berulangngkali eksperimen dalam membuat pembalut, memberikan sosialisasi pada keluarga dekat, teman dan orang-orang sekitarnya bahwa menstruasi bukanlah aib. Berdarah-darah namun pada akhirnya berhasil dan ia mendapat penghargaan atas perjuangan itu.
Agaknya agensi bahwa menstruasi menjadikan perempuan benda najis dan kotor seperti di atas tidak hanya terjadi di film saja melainkan di sekitar kita dan mungkin di keluarga kita.
Saya dulu saat awal-awal menstruasi malu mengakuinya di depan teman-teman hingga saat kegiatan salat berjamaah di sekolah saya tetap ikutan salat di musala. Dan ternyata bukan hanya saya, tidak sedikit perempuan yang ingin membeli pembalut meminta plastik hitam untuk membungkus pembalut yang ia beli. Demi apa semua itu? Demi menyembunyikan status menstruasinya.
Padahal jika mau berpikir jernih, darah yang keluar itu bukanlah kehendak manusia, pun perempuan. Buktinya ia kadang keluar di waktu yang tidak tepat, seperti saat asyik-asyiknya olahraga di sekolah, saat salat, saat rapat atau di saat perempuan ingin fokus dengan pekerjaan, tidak ada waktu untuk ke kamar mandi menyuci darah, memakai pembalut dan sakit pinggang akibat mens.
Tapi mau bagaimanapun juga itu adalah given dari Tuhan, pengalaman biologis yang sepatutnya dijalani tidak bisa dihindari sekeras apapun kita menghindar. Maka keliru pandangan yang masih menganggapnya bahwa menstruasi adalah aib, alih-alih sebagai jastifikasi kurangnya agama dan akal perempuan.
Betapa tidak adilnya Tuhan jika pemberian-Nya adalah untuk mengaibkan dan mencela makhluk-Nya. Maha Suci Allah dari semua itu. Sayyidah Aisyah pernah menangis sebab beliau haid di tengah berhaji dengan Rasulullah. Karena itu Rasulullah menghampirinya dan berkata dengan lembut
إن هذا أمر كتبه الله على بنات أدم فاقضي ما يقضي الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت
“Sungguh ini adalah perkara yang telah ditetapka Allah untuk anak-anak perempuan keturunan Adam, maka selesaikanlah rangkaian ibadah haji yang harus diselesaikan selain tawaf “ (HR. Bukhari)
Menstruasi (dan semua pengalaman biologis manusia) adalah murni pemberian Allah yang tak bisa diprediksi datang dan perginya. Sayyidah Aisyah ummul mukminin menginginkan ibadah hajinya bersama Rasulullah tidak diganggu dengan hadas (haid). Namun jika darah itu keluar ketika berhaji maka ada solusi lain yang tidak mengurangi kesempurnaan haji perempuan suci lainnya.
Menurutnya, menstruasi akan mengurangi kesempurnaan haji tapi tidak menurut Rasulullah, dengan lembut ia menafikan anggapan itu dan menyuruhnya beribadah sebagaimana mestinya kecuali tawaf sebab perempuan haid dikhawatirkan mengotori masjid dengan darahnya yang tidak dibalut.
Sebagai manusia wajar jika mengalami rentetan pengalaman biologis sesuai jenis kelamin. Perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, nifas dan menyusui. Lelaki mengalami ejakulasi dalam mimpi (mimpi basah), perubahan suara dan bentuk badan yang ini juga dialami oleh perempuan.
Kalau boleh saya menduga-duga, anggapan keliru ini berangkat dari pendidikan seksual yang tidak diajarkan sejak dini. Membahasakan organ vital seperti vagina dan penis dengan nama lain, mr x, mrs v, anu, dan sebutan lain yang melahirkan kesimpulan bahwa semua hal yang berkaitan dengan kemaluan adalah porno dan tabu.
Padahal alquran membahasakan kemaluan secara terang-terangan bukan dengan kata tunjuk ini dan itu, ويحفظوا فروجهم ”.. dan memelihara farji-farji mereka..” (QS Annnur: 30). Dan sahabatpun sering bertanya tentang hal yang berkaitan dengan kemaluan, tentang cairan, mimpi basah, bahkan tentang zina, mereka terbuka pada Nabi demi mendapatkan pencerahan.
Dengan begitu, narasi ini hadir untuk menyambung lidah dari pesan film Padman agar tidak memandang tabu pada pemberian Tuhan.
Leave a Reply