Neswa.id-Saya menemukan cerita tentang pola asuh beberapa hal, di antaranya:
Persulit hidup anakmu! Agar mereka terlatih bahwa dunia itu penuh dengan hal yang tidak mudah. Kata persulit disin itidak sama dengan menyiksa anak. Tapi sebaiknya anda tidak membuat hidup anak-anak anda menjadi terlalu mudah, sehingga mereka terlanjur manja dan ujungnya menyusahkan anda.
Bayangkan anda seorang ibu, anda punya seorang anak laki-laki. Anak anda lulus dan masuk kejurusan yang cukup bergengsi di universitas teknik paling wahid di Indonesia. Tentu ada begitu banyak harapan dikepala anda. Bukan suatu hal yang berlebihan ketika anda merasa saat itu 60% kehidupan anda sebagai orang tua hampir tuntas. Bayangan anda akan masa depan anak anda tentu tidak abu-abu apalagi terasa suram. Tapi ternyata anak anda tiba-tiba drop out dari kuliahnya.
Tak lama kemudian Ia berumah-tangga. Ia bekerja sebisanya namun pendapatan tidak pasti. Istrinya seorang pekerja keras dengan penghasilan yang baik. Namun tak lama ia harus keluar dari pekerjaannya karena melahirkan anak pertamanya. Hal berikutnya yang terjadi, anak anda kehilangan pekerjaannya. Dia memutuskan untuk tidak bekerja karena kecewa. Istrinya berusaha sekuatnya untuk bekerja. Andapun turun tangan membantu perekonomian keluarga anak anda karena merasa iba.
Menantu anda lama kelamaan lelah dengan kelakuan anak anda yang kasar. Ia mengajukan cerai. Dan anak anda sekarang tinggal lagi dirumah anda. Seperti kebiasaan lamanya, ia tidak bekerja. Sementara anda semakin renta. Kejadian itu terjadi pada seorang kenalan saya.
Ada cerita lain lagi, seorang Bapak dengan tiga orang anak, ia lulusan perguruan tinggi, tapi ia tidak bekerja, malu katanya. Mau tak mau istrinya yang mencari nafkah dengan membuka usaha warung makan. Mereka berlima tinggal satu atap dengan bapak mertua. Kebetulan sang Bapak mertua adalah seorang pensiunan aparatur sipil negara. Suatu kejadian unik, ketika sang istri mengadukan sikap suaminya yang tidak mau mencari nafkah kepada mertuanya, sikap sang mertua adalah mengembalikan masalah itu kepada istrinya. Dengan jawaban “ya itu terserah kamu, bukankah kamu istrinya?”.
Ada beberapa paradoks dalam mendidik anak yang saya pikir cukup menarik. Di satu sisi kita diajarkan oleh ilmu parenting kekinian, bahwa kita harus mendidik anak dengan lemah lembut tapi hasilnya anak harus disiplin. Kita tidak boleh berlaku kasar tapi juga harus tegas. Kita tidak boleh mengintimidasi anak baik verbal, fisikal maupun mental. Tapi disaat bersamaan kita juga harus membangun mental mereka agar kuat.
Gaya parenting orang tua menurut saya sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Tingginya kesadaran akan kesehatan mental anak saat ini membawa kita meninggalkan gaya parenting lama yang keras. Tapi orangtua muda saat ini seperti saya yang dididik dengan keras. Toh nyatanya bisa tumbuh menjadi manusia yang bertanggungjawab, punya disiplin dan mental yang kuat. Bahkan tak sedikit di antara kami yang dididik secara keras juga sukses menjadi generasi sandwich, yang membantu perekonomian orangtua, diri sendiri dan anak-anak dalam waktu bersamaan. Maka bagi saya, pendidikan keras seperti orangtua saya dulu, toh tidak salah – salah amat.
Dalam membentuk sikap disiplin anak, tentu anda akan sering berurusan dengan hal yang tidak menyenangkan bagi anak anda. Adakah yang bermasalah dengan membangunkan anak dipagi hari?. Saya salah satunya, dan keluhan ini saya dapati juga diutarakan oleh ibu-ibu teman anak saya. Bangun pagi, menyiapkan peralatan sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah secara mandiri adalah hal yang tidak menyenangkan bagi seorang anak. Jangankan seorang anak, bagi kita orang dewasa pun juga tidak menyenangkan. Tapi disaat yang bersamaan kita tahu bahwa itu semua penting untuk diajarkan kepada anak.
Jadi mana yang akan anda lakukan ? tetap dengan gaya parenting yang keras atau tidak?.Dalam mengingatkan anak yang belum punya sistem auto pilot itu, pasti ada kalanya kita kelepasan bicara, baik itu membentak atau berteriak. Anda tentu ingat sebuah informasi bahwa satu bentakan dapat merusak 10 Milyar sel otak anak. Tapi uniknya bagi saya ialah omongan saya baru mendapat perhatian anak, setelah saya membentak. Meskipun bentakan terlihat berhasil, tapi tidak lantas membuat saya selalu membentak – bentaknya setiap saat.
Sial betul menjadi orang tua tidak ada buku panduannya. Learning by doing itulah yang saya lakukan. Trial and error adalah jalan ninja saya dalam membesarkan anak. Memang banyak ilmu parenting yang beredar belakangan ini, itu membantu, tapi ilmu dan teori itu tidak selamanya berhasil diterapkan pada anak saya. Dan adakalanya juga saya yang gagal dalam mempraktikan ilmu parenting.
Maka yang saya lakukan adalah berjalan di antara dua paradoks parenting tadi. Sebab dalam situasi tertentu keduanya tetap dibutuhkan. Yang utama ialah kita harus tahu karakter anak masing-masing. Dari pengetahuan itu kita jadi tahu mau menggunakan model yang mana dalam mengajarkan kedisiplinan, kemandirian dan tanggung jawab. Kita juga harus tahu kapan harus menarik ataupun mengulur. Kita juga tahu kapan harus tegas dan kapan harus fleksibel kepada anak.
Saya teringat pada nasihat ayah saya dulu, mendidik anak itu seperti kita memegang burung dara. Terlalu keras kita pegang dia akan mati, terlalu longgar dia akan terbang. Pada akhirnya anak-anak memang harus bahagia, tapi jangan lupakan mereka juga harus bisa disiplin, mandiri dan bertanggungjawab. (IM)
Leave a Reply