, ,

Pandemi dan Perempuan abad 14 dalam Novel World Without End II Karya Ken Follett

/
/


Judul: World Without End II

Penulis: Ken Follett
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Maret 2013

Penerjemah: Monica Dwi C.

Halaman: 766

**

Ken Follett dikenal sebagai penulis novel sejarah. Berkali-kali karyanya menjadi best seller dan menjadi buku pilihan Oprah Winfrey Book Club. Salah satu bukunya yang masuk dalam best seller New York Times selama 18 bulan adalah World Without End yang terbit tahun 2007. Pada Maret 2013, novel ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia.

Novel ini menjadi semacam lanjutan dari novel The Pilar yang menceritakan tentang pembangunan katedral pada abad 12. Diduga, novel ini merupakan versi fiksi dari pembangunan menara gereja tertinggi di Salisburi Inggris yang tingginya mencapai 123 m. Meskipun dalam novel ini masih banyak menceritakan tentang sejarah arsitektur abad 14, yang paling menonjol dan menarik perhatian adalah paparan Ken tentang maut hitam.

Maut hitam adalah wabah yang menyerang dan diduga menghabiskan 1/3 warga Eropa pada abad 14. Dalam paparan Ken, wabah ini bergerak dari Italia (Florence) menuju Prancis dan bergerak ke Inggris. Salah satu tokohnya, Merthin, seorang warga Kingsbridge Inggris yang berimigrasi ke Florence, digambarkan selamat dari maut setelah terkena wabah.

Ken menggambarkan maut hitam dengan gejala berupa ruam di dada, tonjolan di ketiak, dilanjutkan dengan batuk-batuk, muntah darah, dan darah keluar tak terkendali dari hidung serta telinga para korbannya.

Wabah ini pertama-tama dibawa ke Kingsbridge oleh seorang pedagang kain wol bernama Frank, yang dengan segera menjadi wabah hebat yang membunuh seperempat warga Kingsbridge, termasuk membunuh Suster Cesilia. Suster yang sangat dihormati oleh Caris karena telah menyelamatkan dirinya dari tuduhan sebagai penyihir. Sr. Cesilia juga sangat memahami Caris yang sebenarnya tidak terlalu patuh dengan ajaran gereja dan dalam banyak hal kritis terhadapnya. Oleh karena itu, di dalam biara Curis sering dibebaskan dari ritus-ritus yang harus dijalankan oleh rohaniwan. Sebagai gantinya, Curis diberi pekerjaan-pekerjaan yang lebih disukainya, yaitu merawat orang sakit.

Curis sangat terobsesi dengan kebersihan, sehingga rumah sakit yang dibangun oleh biara untuk merawat orang sakit terawat dengan baik. Dari pengalamannya merawat orang sakit inilah Curis membuat metode-metode perawatan bagi orang-orang yang terkena wabah. Mereka harus dipisahkan dengan orang sehat, atau dipisahkan dengan penderita sakit yang lainnya.

Dari pengalaman juga, Curis mengajarkan kepada bawahannya yang mengelola rumah sakit biara untuk menggunakan masker dari kain linen dan mencuci tangan serta bagian tubuh lainnya yang bersentuhan dengan penderita wabah menggunakan air cuka.

Sayangnya musuh utama Curis juga berasal dari gereja, yaitu orang-orang yang menuduhnya sebagai penyihir. Bukan hanya karena kepopuleran Caris, tetapi juga eksistensi Curis terutama karena berjenis kelamin perempuan, yang mampu memunculkan keraguan tentang eksistensi gereja.

Praktek-praktek pengobatan Curis juga dianggap bertentangan  dengan metode yang dimiliki gereja. Selama ini dokter haruslah seorang pastur dan laki-laki. Mereka mendapatkan pendidikan kedokteran resmi dan ditempatkan di Kigsbridge, namun praktek pengobatannya tidak efektif jika dibandingkan dengan praktek pengobatan yang diberikan oleh Curis. Dalam khotbah yang menjadi kewenangannya,  pastur menyindir praktek penggunaan masker yang dilakukan oleh Curis dan pengikutnya sebagai ajaran sesat, karena meniru metode yang dilakukan oleh orang kafir arab.

Caris diangkat menjadi kepala biara, menyusul eksodus yang dilakukan oleh kepala Biara Godwyn beserta seluruh pastur dan seluruh kekayaan gereja  untuk menghindari pandemik yang melanda Kingsbridge, sebuah tindakan yang dinilai buruk oleh masyarakatnya ataupun oleh otorotitas gereja di atasnya, di mana diwakili oleh Uskup Henry.

Tokoh lain dalam buku ini adalah Merthin kekasih Curis. Sebelum menjadi biarawati, Curis sudah menjalin hubungan dengan Merthin. Kala menghadapi tuduhan sebagai tukang sihir sebenarnya Merthin telah mengajak Curis untuk pergi dari Kingsbridge, namun pilihan Curtis adalah biara. Setelah menunggu selama dua tahun dan Curis teguh dalam pendiriannya, Merthin pun berimigrasi ke Florence.

Di Florence Merthin menjadi arsitek terkenal yang membangun rumah-rumah mewah saudagar-saudagar kaya serta kaum bangsawan. Selanjutnya Merthin menikah dengan anak saudagar kaya dan memiliki anak bernama Lola. Ketika wabah menyerang Florence, Merthin kehilangan istri, mertua, dan hampir kehilangan nyawanya sendiri. Tanpa dia tahu alasannya, dia menjadi salah satu yang sembuh dari wabah. Anaknya, Lola, tampaknya kebal dari wabah. Pada saat dia merasa bahwa hidupnya tidak akan lama, Merthin berjanji akan menyelesaikan ganjalan dalam hidupnya yang menurutnya belum selesai, yaitu cintanya pada Curis.

Merthin kembali ke Kingsbridge bersama Lola. Sekali lagi Curis menolaknya. Tetapi hubungan Merthin dan Curtis tetap istimewa dan saling membantu. Dalam serangan wabah kedua, di mana banyak warga yang mati, akhirnya Merthin dipilih menjadi Ketua Dewan Serikat. Hubungan percintaannya dengan Merthin berakhir ketika pihak gereja menegur Curis. Sekali lagi Curis memilih gereja, “cintanya (pada Merthin) tidak lemah atau tidak mencukupi. Cinta itu hanya memberinya pilihan-pilihan yang mustahil dipenuhi”.

Tokoh ketigaadalah Ralph, adik Merthin yang memiliki jasa besar terhadap Raja Erward selama perang melawan Prancis. Ketika Earl Roland meninggal, putra sulungnya, William, menjadi earl dan mengusai seluruh wilayah Shiring. Sepupunya, Sir Erwadr Courthouse menjadi lord Caster dan Ralph diangkat menjadi lord Tench. Sejak kecil, Ralph sudah menunjukkan perilaku kasar, memperkosa banyak perempuan, termasuk Gwenda yang menjadi tokoh petani dalam novel ini. Semua petani yang ada di Shiring ataupun Kingsbridge berstatus penyewa. Jika di Shiring menyewa kepada earl, begitupun di Tench. Di Kingsbridge petani menyewa kepada gereja.

Di tanah Ralph sebagian besar petani adalah penggarap tanahnya sendiri, dengan perjanjian penyewaan tertentu yang akan diserahkan kepada tuan tanahnya, sementara Gwenda dan suaminya, Wulfrik adalah petani penggarap yang upahnya sangat tergantung kepada pemilih tanah sewa. Ketika banyak orang meninggal karena wabah dan para penyewa tanah juga mati, Gwenda dan Wulfrik mengajukan permohonan agar bisa memiliki  status sewa atas tanah yang tidak ada pemilik sewanya, tapi tidak dikabulkan oleh Ralph. Ralph memiliki dendam yang panjang dengan Wulfirk karena pernah mendapat pukulan dari Wulfrik ketika remaja, sampai hidungnya bengkok. Meskipun Ralph sudah membalas dengan melukai wajah Wulfrik dengan pedang, tampaknya Ralph tidak pernah terpuaskan dendamnya. Akibatnya, ketika Curis membuat ketentuan memberikan upah tinggi buat siapa saja yang bisa mengolah tanah pertanian milik biara, maka keluarga Wulfrik pindah ke Kingsbridge. Sayangnya, dewan kota yang diisi oleh para bangsawan membuat ketentuan larangan bagi warganya untuk bekerja di tanah daerah lain untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi. Akibatnya, Wulfrik digiring kembali seperti binatang ke Tench. Wulfrik baru bisa mendapatkan hak sewa tanah sendiri setelah melalui proses yang panjang. Itupun setelah para pemilik lahan sewa sebelumnya banyak yang meninggal dunia dan tidak ada pewarisnya, karena wabah.

Gwenda, karena sangat menginginkan tanah sewa sendiri, pernah menuruti kemauan Ralph untuk melayaninya dengan dijanjikan hak atas sewa tanah. Ralph mengingkari janjinya untuk menyerahkan tanah tersebut pada keluarganya. Tetapi hasil persetubuhan mereka menghasilkan anak yang kelak akan menjadi pembunuh Ralph sendiri.

Inggris abad 14 menjadi abad gelap bagi kelas petani yang menjadi lapis terendah dari komunitas masyarakat. Meskipun begitu, dari semua lapis kelas sosial yang ada, perempuanlah yang menjadi kelas yang lebih rendah lagi. Bukan hanya pada masyarakat petani, bahkan bagi masyarakat bangsawan kelas atas, perempuan juga menjadi aset yang eksistensinya tidak diakui. Hal ini menimpa Tilly dan Phillipa. Keduanya dipaksa menikah dengan Ralph atas perintah Raja.

Sepulang dari perang, setelah diangkat menjadi lord Tench, kekuasaan Ralph bertambah atas tiga desa lainnya termasuk desa Wigleigh, karena menikahi Tilly. Orang tua Tilly adalah penguasa desa Wigleigh yang sudah meninggal. Tilly dipaksa menikah dengan Ralph, saat usia Tilly baru 14 tahun.  Pada saat earl Wiliam suami Philippa dan tiga anak laki-lakinya meninggal karena wabah, penguasa Shiring dianggap kosong, meskipun Philippa dan Odila anak perempuannya masih hidup. Mereka  berdua tidak dianggap sebagai ahli waris. Phillipa dipaksa untuk menikah dengan bangsawan lain agar statusnya jelas dan Shiring kembali memiliki penguasa. Ralph yang sejak kanak-kanak pernah jatuh cinta pada Phillippa, tega membunuh istrinya Tilly agar bisa menikahi Philippa untuk mendapatkan harta serta kekuasaan atas Shiring.

Begitupun Curis, meskipun memiliki skill dan pengetahuan yang lebih baik serta efektif untuk menghentikan penyebaran wabah, tetapi suaranya tidak didengar oleh gereja. Berkali-kali Curis dikecewakan oleh kebijakan gereja yang mengabaikan pendapatnya dan lebih memilih mendengar pejabat gereja yang korup.

Tetapi seperti kata Harari, selain ada banyak ancaman dan tantangan yang hadir bersama wabah, peluang dan kesempatan juga dihadirkannya. Curis misalnya, mampu mengembangkan kemampuan kedokterannya. Meskipun gereja tidak mau mengakuinya, masyarakat mau mendengar dan percaya padanya. Beberapa perubahan penting dibuat oleh Curis, di antaranya mendirikan rumah sakit yang desainnya lebih sehat. Meskipun sementara, karena semua biarawan melarikan diri dari Kingsbridge, Curis pernah menjabat sebagai kepala biara, hal yang tidak mungkin terjadi pada masa normal.

Beberapa kebijakan penting yang berpihak kepada petani miskin dan perempuan dibuat oleh Curis pada kepemimpinannya yang singkat tersebut. Di antaranya, Curis mengubah sistim sewa tanah milik gereja yang lebih menguntungkan petani, sekaligus menjamin tidak ada kelangkaan pangan, meski warga Kingsbridge, termasuk petaninya, berkurang banyak. Sistim tersebut adalah memberi keleluasaan pada petani untuk membayar sewanya dalam bentuk apapun yang dimiliki oleh petani asal memenuhi jumlah yang disepakati. Memastikan tanah-tanah yang lebih subur ditanami komoditas yang menguntungkan. Tanah-tanah yang kurang subur menjadi tempat ternak merumput. Curis mengangkat juru sita berdasarkan kualifikasi yang dimilikinya dan bukan karena kolusi.

Bagi anak perempuan, Curis memastikan mereka tidak menjadi korban kekerasan seksual ketika mereka kehilangan keluarganya karena wabah. Bagi anak-anak yang kehilangan orang tuanya, gereja digunakan sebagai tempat penampungan sekaligus pendidikan bagi mereka. Akibat positifnya gereja dengan cepat bisa menyediakan novis-novis baru yang kelak akan menjadi rohaniwan.

 



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *