Isu seputar KDRT atau Kekerasan dalam Rumah Tangga rupanya tidak pernah usai ditelan masa. Selalu ada hal yang menarik untuk dibahas dan diulik. Tidak hanya menjadi trending-topik di Indonesia saja, di waktu yang sama, isu tersebut juga ikut booming di Mesir.
Jika maraknya isu KDRT di Indonesia disebabkan oleh beredarnya video penceramah agama berinisial OSD tentang kisah pertengkaran suami istri di Arab Saudi yang berujung pemukulan, beda halnya dengan di Mesir. Meski sama-sama menyoal KDRT, yang terjadi di Negeri Piramida ini justru berupa tuduhan yang dialamatkan oleh seorang wartawan bernama Amru Adeb kepada pimpinan tertinggi instansi al-Azhar, Imam Besar Grand Syekh Ahmad Tayyeb.
Sebagaimana dilansir koran nasional Mesir Almasry Alyoum pada Ahad (13/02/22), al-Azhar menggugat keras tuduhan Amru Adeb yang disematkan kepada Syekh Azhar. Amru Adeb, seorang wartawan Mesir sekaligus pembawa acara televsi al-Hikayat di channel MBC Mesir itu mencoba memantik para pemirsa dengan narasi bersifat tendensius dengan pertanyaan polemis, “Apakah syariat Islam membolehkan seorang suami memukul istrinya, sebagaimana yang dikatakan Syekh Azhar tahun 2019?”
Dalam acara yang ia bawakan, pria berusia 58 tahun dan lulusan universitas Kairo itu menyoal cuplikan video Grand Syekh Azhar tiga tahun lalu yang membahas tuntas seputar KDRT dengan mengutip beberapa pendapat para ulama fikih.
Amru Adeb menyampaikan ke pemirsa dan narasumber bahwa apa yang disampaikan oleh Syekh Azhar tiga tahun lalu itu sebagai bentuk “legalitas bagi seorang suami memukul istri yang membangkang sebagai bentuk pelajaran bagi sang istri”. Tidak hanya itu, Amru Adeb juga menuduh sebagian narasumber di acara yang diselenggarakan oleh instansi al-Azhar tiga tahun lalu itu telah melanggar undang-undang negara yang melarang kekerasan dalam rumah tangga.
Reaksi Al-Azhar
Gayung bersambut, tuduhan Amru Adeb itu langsung ditanggapi, digugat dan dibantah secara serius oleh pimpinan redaksi koran Shaut al-Azhar, Ahmed Shawy. “Perkataan Syekh Azhar di cuplikan video yang ditampilkan Amru Adeb di acaranya tersebut tidaklah lengkap, melainkan hanya sepenggal pembahasan KDRT saja,” sanggah Ahmed Shawy.
Padahal –lanjut Ahmed Shawy- apa yang dikatakan oleh Syekh Azhar itu merupakan pandangan yang sahih, jelas dan valid kebenarannya. Video penjelesan Syekh Azhar mengenai KDRT itu sudah disiarkan di berbagai channel dan stasiun televisi tiga tahun lalu, di waktu yang sama acara televisi al-Hikayat yangdibawakan oleh Amru Adeb itu seolah menutup mata dan pura-pura tidak tahu-menahu soal video lengkap itu.
Ahmed Shawy juga menambahkan bahwa berita keji yang dinarasikan secara negatif akan berdampak buruk di tengah publik dan kerap menimbulkan misunderstanding. Kesalahpahaman yang terlanjur tumbuh di benak masyarakat itu berimplikasi pada fitnah, rasa benci dan chaos yang ditujukan pada al-Azhar al-Syarif, terlebih bagi kalangan perempuan di banyak platform media sosial.
Sebagai bentuk gugatan keras terhadap tuduhan Amru Adeb yang mengatakan bahwa Ahmad Tayyeb mendukung “suami memukul Istri”, koran Shaut al-Azhar menampilkan pose sosok Amru Adeb di bagian wajah koran dengan tagline pernyataan Syekh Ahmed Tayyeb yang berbunyi, “Kekerasan melawan perempuan atau marjinalisasi perempuan bersumber dari; pemahaman (agama) yang dangkal, kebodohan yang keji atau tidak memiliki budi yang luhur… dan hukumnya haram dalam syariat.”
Syekh Ahmed Tayyeb yang juga menjabat Ketua Umum Cendekiawan Muslim Sedunia (Majelis Hukama Muslimin) itu menegaskan, “Agama Islam melarang segala bentuk penyiksaan fisik terhadap tawanan perang, lantas bagaimana mungkin Islam bisa menerima penyiksaan terhadap Istri?”
Selain itu, Shaut al-Azhar juga membeberkan peran Syekh Azhar dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan seputar perempuan beberapa tahun ke belakang. Hal ini ditampilkan di sampul koran Shaut al-Azhar sebagai bentuk bantahan-kongkrit terhadap tuduhan Amru Adeb tersebut
Sekurang-kurangnya ada 13 poin yang diulas lugas oleh Syekh Azhar khusus mengenai isu perempuan. Garis besar ulasan tersebut berbentuk fatwa, antara lain:
1. Kekerasan Melawan Perempuan : “Haram dalam Syariat”
2. Pelecehan Seksual : “Merupakan Tindakan Kriminal yang Diharamkan dan Tidak Dibenarkan oleh Syariat”.
3. Praktek Nikah Adat : “Merugikan Perempuan atas Nama Agama”.
4. Poligami : “Hukum Asal Nikah ialah Memiliki Satu Istri”.
5. Sunat/Khitan Perempuan : “Tidak Ada Landasannya dalam Syariat”.
6. Paksaan Menikah : “Tidak Boleh dalam Syariat dan Agama”.
7. Memukul Istri : “Dilarang Sesuai Hukum Asalnya”.
8. Rumah Ketaatan : “Tidak Ada dalam Agama Islam”.
9. Profesi bagi Perempuan: “Semuanya Terbuka, Termasuk Menjadi Pemimpin, Mufti dan Hakim”.
10. Talak Sewenang-Wenang: “Haram”.
11. Berpergian Tanpa Mahram : “Boleh di Era Kita dengan Teman yang Terpercaya”.
12. Legalitas Prostitusi : “Berbahaya, Tidak Disetujui Syariat dan Melanggar Undang-Undang Negara”.
13. Menolak Hukum Waris dalam Islam : “Bentuk Perlawanan terhadap Ketetapan-Ketetapan Allah”.
Acara al-Hikayat itu sendiri pada dasarnya concern pada dunia hiburan, bukan mengulik hal-hal yang berkaitan dengan agama. Wajar saja jika Amru Adeb dijuluki sebagai “presenter penghibur” dan itu tidak berlebihan baginya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmed Shawy, pemimpin redaksi koran Shaut al-Azhar.
Pemberian julukan itu bisa dibenarkan dengan melihat konten acara al-Hikayat itu sendiri yang sellu membahas isu seputar; kesenian, gaya hidup (life style), kuliner, konser musik, entertainment, ramalan dan hal-hal lain yang umumnya disukai oleh masyarakat.
Apa yang dilakukan Amru Adeb sungguh jauh dari kata profesional. Tidak sembarang orang boleh berbicara tentang agama, kecuali ulama yang betul-betul kompeten. Sebagaimana adagium Arab masyhur yang berbunyi: likulli maqomin maqolun wa likulli maqolin maqomun, setiap acara punya topik pembahasannya tersendiri, dan setiap topik pembahasan memiliki momennya tersendiri yang tidak bisa dimasuki oleh topik pembahasan lain yang bukan tempatnya.
Wallahualam bi shawab.
(Artikel pertama kali diterbitkan oleh Sanad Media dan ditulis oleh Ahmad Fauzan Adzima. Selengkapnya Lihat https://sanadmedia.com/post/gugatan-al-azhar-atas-tuduhan-normalisasi-kdrt)
Leave a Reply