Hari Rabu-Jumat tanggal 24-26 November 2021 maqbarah Syaikhuna Muhammad Khalil Bangkalan menjadi saksi berkumpulnya para filolog dan pemerhati manuskrip nusantara dalam sebuah pameran tentang Syeikh Khalil Bangkalan. Tentu saja acara ini menjadi bagian penting untuk menggali, sekaligus menyebarkan warisan ulama-ulama terdahulu, khususnya terkait dengan ulama yang mempunyai jejaring sanad di wilayah Nusantara.
Sebagai permulaan, Lora Usman Hasan, cicit Syaikh Khalil menyatakan kegelisahannya tentang bagaimana tercecernya karya-karya keilmuan beliau sehingga menjadi salah satu keterbatasan dalam menampilkan sosok Syaikhuna yang lebih lengkap. Kegelisahan ini juga dirasakan oleh cicit dan muhibbin yang lain, karena selama ini Syaikh Khalil lebih dikenal akan karomah mistis atau supranatural beliau, sehingga sisi keilmuannya seakan kabur.
Padahal dari penelusuran data dan fakta yang terkumpul sampai saat ini, warisan keilmuan itu tidak bisa dibilang sedikit, karena itu beliau berharap semoga mindset masyarakat tentang Syaikhuna menjadi lebih terbuka dan tercerahkan. Untuk menghadirkan karya-karya Syaikh Khalil, tim Lajnah Turast Ilmi Syaikhuna Muhammad Khalil Bangkalan telah mempersiapkan pameran ini bukan hanya satu bulan atau dua bulan, tapi bertahun-tahun.
Pameran dan pertemuan filolog pesantren nusantara ini mengangkat tema spesifik “Jejak Sejarah dan Manuskrip Syaikhona Muhammad Khalil Bangkalan: Eksistensi dan Keberlanjutan Untuk Peradaban” dan berlangsung selama 3 hari 24-26 November 2021 di pasarean (maqbarah) Syaikhuna Muhammad Khalil, desa Martajasah kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan.
Sengaja acara ini ditempatkan di tempat peristirahatan terakhir Syaikhuna agar menjadi pembangkit semangat yang dapat mengalirkan sengatannya pada seluruh santri nusantara, khususnya untuk seluruh generasi mendatang secara umum. Salah satu tujuannya yaitu untuk menjaga, melestarikan, mengkaji karya-karya ulama-ulama nusantara. Selain itu agar generasi muda dapat meneladani semangat beliau, tutur Bupati Bangkalan, KHR Abd Latif Amin Imron (beliau juga bagian dari cicit Syaikhuna) saat memberikan sambutan di Seminar Nasional Sejarah dan Turast Syaikhuna Muhammad Khalil bangkalan (7/6/21)
Dalam pertemuan ini turut hadir pejabat publik, filolog pesantren nusantara, akademisi perguruan tinggi, cendekiawan Islam, sejarawan, Komunitas Pecinta dan Pemerhati Manuskrip Indonesia, Pegiat Manuskrip Pesantren di Nusantara dan lain sebagainya.
Yang lebih menarik dari acara ini adalah semangat para filolog muda yang juga turut bergabung dalam acara dan juga menjadi pemantik diskusi yang diikuti oleh peserta dari beberapa daerah di Nusantara. Acara ini juga dihadiri oleh pemerhati manuskrip Nusantara yaitu Prof. Dr. KH. Mujab Mashudi, MT.h,. Ph.D., Ahmad Ginanjar Sya’ban dan Ibnu Fikri yang menyampaikan materinya dengan penuh semangat dan berharap besar agar para peserta menjadi agen penerus para filolog sebelumnya.
Dari sejumlah peserta yang hadir semangat salah satu peserta tergambar saat menceritakan kegundahannya mewakili teman-temannya di pesantren Banyuanyar Pamekasan yang memiliki lebih dari 500 manuskrip asli karya ulama nusantara. Salah satunya adalah manuskrip kamus Almufid yang hanya ada dua di dunia, di Mesir dan di pesantren Banyuanyar. Sontak informasi ini mampu menyulut semangat peserta lain untuk juga ikut serta dalam melestarikan warisan tersebut.
Setelah sharing ide tentang kekayaan manuskrip ulama yang dimiliki pesantrennya, santri pesantren tersebut berharap kebingungan yang dialaminya akan terjawab dan manuskrip yang mereka kumpulkan mendapatkan penjagaan penuh. Bukan hanya dijaga secara materi, namun lebih dari itu mungkin manuskrip ini di kemudian hari bisa ditulis ulang, dicetak dan disebarluaskan agar bisa terus dibaca, dikaji dan diukur secara keilmuan.
Hal inilah yang kemudian menjadi refleksi dan “PR” bersama, bahwa seluruh santri dan pemerhati manuskrip hendaknya bergandengan tangan untuk mencari solusi terbaik akan problem tersebut.
Perlu diketahui, di nusantara pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 Syaikhuna Muhammad Khalil Bangkalan menjadi ulama pembaharu dan pusat keilmuan di masanya. Otoritasnya diakui oleh berbagai kalangan baik di tingkat lokal maupun internasional.
Lora Ahmad Khalili Khalil ketika acara seremonial Pembukaan Turast dan Sejarah Syaikhuna Khalil Bangkalan bercerita bahwa seorang orientalis Belanda Snouck Hurgronje mengirim surat kepada jenderal Hindia Belanda (1902) dan mengatakan, “9 dari 10 orang Jawa yang pandai agama Islam, pasti pernah berguru ke Bangkalan. Mereka semua berguru pada orang yang sama dan santri-santri di zaman itu saling mengenal satu sama lain. Santri-santri itu suatu hari membuat sebuah jejaring dan terus merawatnya. Dari jaringan Syaikhuna Khalil inilah yang kemudian menjadi basis perlawanan pesantren melawan kolonialisme Hindia Belanda”
Maka dalam 3 hari ini Lajnah Turast Ilmi Syaikhuna Muhammad Khalil Bangkalan turut menghadirkan jejak-jejak sejarah Syaikhuna yang berupa karya ilmiah maupun hāliah agar penerusnya bisa melanjutkan apa yang telah dilakukan dan mampu merealisasikan yang belum sempat beliau lakukan.
(Bersambung)
Leave a Reply