“Kota dengan 300 Masjid”, merupakan sebutan untuk salah satu kota di Italia yang menjadi penghubung pengetahuan umat Islam beberapa abad lalu hingga akhirnya menyebar luas ke daratan Eropa. Kota Sisilia dan Palermo menjadi pusat peradaban dan perdagangan di bawah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah, Fatimiyah dan puncaknya ketika berada di bawah kepemimpinan Abu Al-Futuh Yusuf Abdullah pemimpin Dinasti Kalbiyah (989-998).Ibnu Hawqal, seorang geograf, dan penulis perjalanan Muslim terkemuka menuliskan catatannya ketika berkunjung ke Sisilia dan Palermo dalam bukunya Masālikul Mamālik. Naskah Ibnu Hawqal diterbitkan oleh Brill, Leiden dalam volume kedua oleh orientalis Belanda Michael Jan de Goeje pada tahun 1878 dengan judul “Routes and Realms, a Description of Muslim Territories by the Author Abu al-Kāsim Ibn Haukal”.
Dalam deskripsi Ibnu Jubair, seorang geograf, traveler dan juga penyair dari Andalusia, Palermo merupakan sebuah kota yang cantik dengan istana yang dipenuhi dengan bebatuan marmer berwarna putih berkilau, ratusan masjid dan madrasah yang terus ramai oleh para penuntut ilmu. Perhatian sang Khalif atas perkembangan ilmu pengetahuan baik agama dan sains, seperti filsafat, seni, sastra, geografi, astronomi, kedokteran, matematika dll menjadikan peradaban umat Muslim saat itu di Sisilia mencapai masa keemasan, tak kalah maju dengan Baghdad dan Cordoba.
Paska runtuhnya kekhalifahan Kalbiyah di wilayah Italia bagian utara oleh kekuasaan Normandia, tak lantas membumi hanguskan ragam pengetahuan peninggalan umat Muslim. Kitab-kitab Arab dialihbahasakan ke bahasa Latin sebagai bagian dari gelombang kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa yang digagas oleh pemimpin Kristen Roger I dan Frederick II.
Hasil pengetahuan yang diproduksi dan ditransformasikan umat Muslim menyebar ke seluruh penjuru Eropa, termasuk peninggalan arsitektur Islam yang hingga saat ini banyak dijumpai di seluruh wilayah Italia, salah satunya di The Church of Saint John di Palermo yang dibangun tahun 1143-1148 M. Keterpengaruhan arsitektur Islam dalam seni arsitektur Norman terlihat jelas dari bangunan kubah gereja, dan juga beberapa inskripsi yang terdapat dalam batu nisan penduduk Norman-Sisilia yang menggunakan bahasa Arab sebagai pelengkap Latin dan Yunani.
Menjadi masyarakat dunia yang selalu mengedepankan nilai-nilai multikulturalisme menjadi sebuah keharusan di tengah perbedaan yang tak jarang menimbulkan konflik. Nilai-nilai multikulturalisme, toleransi dan juga menjunjung tinggi ilmu pengetahuan menjadi kunci keemasan peradaban Islam di Sisilia dan juga kota-kota Muslim lainnya yang pernah menjadi pusat peradaban pada masa lalu. Tidak hanya di Palermo dan Sisilia, peninggalan Islam dapat disaksikan di gereja-gereja dan bangunan kuno, di seluruh penjuru Italia, baik di Milan, termasuk juga Pisa Cathedral, di penjuru kota Venesia, Via Carlo Vattaneo, Verona dan masih banyak lagi.
Peninggalan-peninggalan ini menjadi pengetahuan dan sumber baru bahwa kehadiran umat Muslim di Eropa tidaklah baru. Sumbangsih pengetahuan dan peradaban dalam perkembangan masyarakat Eropa tidak lepas dari proses akulturasi dan diseminasi terhadap budaya dan pengetahuan umat Muslim.
Kisah singkat ini ingin memberikan alternatif dan penjelasan lain terkait dengan fenomena Islamophobia di beberapa masyarakat Barat. Bahwa kehadiran umat Muslim di Eropa tidaklah baru, relasi Islam dengan Eropa bahkan sudah terjadi beberapa abad silam dengan membawa keterpengaruhannya masing-masing di dalam berbagai bidang pengetahuan dan budaya. Untuk itu saling memahami, menghargai, dan saling mengakui keberadaan yang lain merupakan keniscayaan.
Agama Islam sendiri sangat menghargai perbedaan dan keragaman baik agama, ras ataupun budaya yang didasarkan pada kesediaan untuk mengakui eksistensi kelompok lain yang berbeda. Perbedaan dalam Islam selalu disikapi dengan nilai kemanusiaan, karena Islam mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan universal. Sebagai agama yang penuh dengan rahmat Islam mengajarkan kasih sayang, cinta, dan persaudaraan di atas segala perbedaan.
Leave a Reply