,

Ngaji Rumi:Kisah Hilal, Budak Penjaga Ternak yang Dimuliakan Nabi

/
/

Kisah Hilal, Budak Penjaga Ternak yang Dimuliakan Nabi

Neswa.id-Hilal adalah salah seorang sahabat Nabi. Ia budak yang bekerja mengurus hewan ternak di rumah salah seorang saudagar. Suatu ketika Hilal jatuh sakit. Tak ada seorang pun yang mencari tahu kabarnya, bahkan sang majikan sekalipun. Hilal tetap bekerja dan tinggal di dekat kandang ternak meski ia sudah sembilan hari sakit. Sampai akhirnya, melalui perantara wahyu, Rasulullah SAW mengetahui kondisinya. 

Beliau segera datang menjenguk Hilal. Begitu tahu Baginda Nabi mendatangi rumahnya, saudagar, tempat Hilal tinggal, terlihat suka cita menyambutnya. Namun, Rasulullah segera memetahkan harapan saudagar itu dengan mengatakan: “Aku datang ke sini bukan untuk bertemu denganmu, tapi untuk mengunjungi Hilal”. Sang Nabi segera menuju kandang ternak yang gelap, beliau bertemu dan mendekap Hilal sambil melantunkan syair-syair pujian “Apa kabarmu? Duhai engkau permata tersembunyi yang berada di tempat terasing!”.

***

Kisah ini diceritakan Rumi secara kolosal melalui syair-syairnya dari bait 1111 sampai 1185 jilid 6 kitab Matsnawi Maknawi. Sumber asli cerita ini terdapat dalam kitab Nawadir al Usul karya Hakim Tirmidzi. Dalam Riwayat tersebut bahkan dikisahkan akhir hidup Hilal yang meninggal dalam keadaan sujud dan Rasul sendiri yang mengurus jenazahnya. Sebuah penghormatan yang luar biasa dari seorang Nabi kepada sahabat yang dicintainya.

Dalam berbagai sumber klasik, banyak dijumpai kisah-kisah yang menggambarkan betapa Rasulullah SAW sangat menyayangi umatnya, terutama mereka yang terpinggirkan. Baginda Nabi diutus di tengah sistem perbudakan yang membuat jurang kesenjangan kelas semakin dalam. Banyak para saudagar yang hidup dalam kemegahan di atas penderitaan budak-budak mereka, termasuk Hilal, salah seorang sahabat yang memiliki tingkatan spiritual tinggi dan amat dicintai Rasulullah SAW. 

Ekspresi kecintaan Rasul ini secara lebih eksplisit dapat dirasakan dalam syair-syair Rumi. Misalnya, ketika Rumi melukiskan pertemuan Baginda Nabi SAW dan Hilal yang begitu indah dan dramatis. 


پس ز کنج آخر آمد غژغژان

روی بر پایش نهاد آن پهلوان

پس پیمبر روی بر رویش نهاد

بر سر و بر چشم و رویش بوسه داد

Begitu menyadari kehadiran Baginda Nabi,

Hilal merangkak dan berlutut di bawah kaki Nabi.

Rasul menempelkan wajahnya ke wajah Hilal

lalu mencium mata dan kepalanya

Dalam bait sebelumnya, Rumi juga menggambarkan bagaimana situasi ruangan tempat Hilal tebaring lemah. Sebuah ruangan gelap di antara kandang ternak yang tak sedap. Namun Hilal yang ringkih itu segera bangkit ketika mencium harum semerbak yang tiba-tiba menyeruak ke seluruh ruangan, sebagaimana ayah Nabi Yusuf yang penglihatannya membaik setelah mencium harum baju putranya. Lalu Rumi menjelaskan bagaimana rasa kecintaan yang begitu dalam ini hadir dalam diri Hilal.

موجب ایمان نباشد معجزات

بوی جنسیت کند جذب صفات

معجزات از بهر قهر دشمنست

بوی جنسیت پی دل بردنست

Bukan mukjizat yang membuat seseorang percaya dan yakin,

tapi harumnya sifat dan perilaku (Nabi).

Mukjizat mungkin bisa menaklukan orang yang ingkar,

namun konvergensi dan kesatuaan rasa yang dapat menaklukan hati

Dalam bait ini, Rumi memberikan catatan yang sungguh menarik dan masih sangat relevan dengan konteks hari ini. Untuk membangun sebuah kepercayaan, kita tidak perlu menunjukkan kehebatan dan kekuatan yang kita miliki, tapi melalui perilaku dan sikap baik yang dilakukan dari hati. Dengan begitu, orang yang berada di lingkungan kita menjadi nyaman dan akhirnya melahirkan kesatuan rasa. 

Dalam realitas sosial, kita juga menjumpai bahwa seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya, bukan ia yang memamerkan seberapa hebat capaian dan kelebihan  yang dimilikinya, tetapi ia yang berempati terhadap berbagai persoalan dan keresahan rakyatnya. Segala kekuatan dan pencapaian, mungkin akan membuat lawan segan, tapi tidak akan menuai simpati masyarakat sama sekali. Begitu juga dalam relasi pertemanan dan keluarga, mereka yang bisa menjadi partner terbaik, bukan yang dapat saling menunjukkan kehebatan dan kelebihannya masing-masing, tapi mereka yang mampu berbagi empati satu sama lainnya. 

Terlepas dari berbagai tafsir yang mengemuka, kisah ini hadir sebagai potongan puzzle yang melengkapi visi besar kenabian, menjadi rahmat bagi seluruh alam. Maulana Rumi dengan mengangkat kisah ini seolah ingin mengingatkan kembali bahwa kehadiran Nabi Muhammad SAW untuk mengembalikan nilai kemanusiaan sesungguhnya. Sebuah nilai yang bukan ditentukan oleh status lahiriah, namun tingkatan spiritual seseorang. Selamat atas kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW. (IM)


Afifah Ahmad Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *