Neswa.id-Salah satu highlight dalam petualangan saya menempuh jenjang Magister Psikologi adalah mata kuliah Psikologi dan Budaya. Ini merupakan salah satu dari sedikit mata kuliah yang memungkinkan saya bertemu dengan pendekatan baru yang masih kontroversial: psikologi evolusioner.
Berkat tugas meninjau jurnal mata kuliah ini, saya jadi tahu soal parasite-stress hypothesis dan behavioral immune system.
Apa itu?
Parasite stress hypothesis/theory berpandangan bahwa parasit dan penyakit yang ditemui oleh suatu spesies, misalnya manusia, membentuk perkembangan nilai-nilai dan karakter spesies tersebut. Dalam perspektif ini, perbedaan budaya yang dikembangkan manusia di berbagai wilayah dipengaruhi oleh faktor perbedaan level ancaman infeksi parasit atau kuman di masing-masing wilayah tersebut. Menurut teori ini, masyarakat yang hidup di lingkungan dengan ancaman patogen atau penyakit menular yang lebih banyak dan beragam, seperti di negara tropis, akan mengembangkan aspek budaya spesifik untuk mencegah penyebaran kuman atau penyakit.
Salah satu cara menurunkan risiko terkena penyakit (dan menghindari kematian tentunya karena kita bicara evolusi) adalah menguatkan relasi dengan komunitas terdekat dan membatasi kontak dengan orang luar/asing. Ini penting agar individu hanya terpapar patogen yang imunitasnya sudah dimiliki komunitasnya, bukan patogen baru yang belum dikenal dan belum berkembang imunitasnya dalam komuni- tas tersebut karena bisa fatal dampaknya. Itu sebabnya, masyarakat yang tinggal di tempat yang menurut sejarah sering mengalami wabah penyakit menular, cenderung lebih kolektif ketimbang masyarakat yang tidak demikian. Budaya muncul sebagai respons terhadap lingkungan, termasuk jenis spesifik kuman yang ada di wilayah tersebut. Semakin beragam jenis parasit yang ada, semakin beragam pula budaya yang ada di suatu wilayah.
Hal lain yang pernah dilihat korelasinya dengan level ancaman patogen adalah soal perpolitikan yang lebih otoriter, juga soal kuliner. Rempah-rempah diketahui memiliki manfaat meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit. Jadi, masyarakat di wilayah yang ancaman patogennya lebih tinggi cenderung lebih banyak menggunakan rempah-rempah dalam masakannya.
Behavioral immune system mirip dengan itu, tetapi bekerja di level individual. Meski namanya behavioral immune system, yang dipengaruhi juga aspek kognisi, emosi, bukan cuma perilaku. Individu yang mengha- dapi ancaman parasit lebih tinggi biasanya lebih etnosentris, misalnya. Teori menghindari penyakit ini juga menjelaskan mengapa orang cenderung menaruh prasangka pada mereka yang terlihat kurang fit, semisal penyandang disabilitas.
Tentu saja perlu diingat saat membahas pendekatan evolusioner, semua ini terjadi di luar kesadaran individu. Sebagaimana kita tidak menyadari bahwa evolusi menyebabkan kita memiliki sistem pencer- naan atau sistem reproduksi seperti yang sekarang kita miliki, kita tidak menyadari pula bagaimana atau mengapa kita mengembangkan sistem kekebalan be- havioral ini.
Yang terjadi di level kesadaran adalah penalaran atas hal-hal yang secara tak sadar kita lakukan. Misalnya, berkembanglah filosofi mengenai pentingnya komunitas atau kebersamaan dalam masyarakat yang kolektif. Muncul pula nilai-nilai budaya spesifik yang mendukung diteruskannya hal-hal yang akhirnya bermanfaat bagi keberlangsungan individu-individu dalam masyarakat itu.
Menarik, ya? (IM)
Leave a Reply