,

Ngaji Psikologi: Benarkah Manusia itu Rasional?

/
/

Ngaji Psikologi: Benarkah Manusia itu Rasional?

Neswa.id-Jika membaca kajian psikologi mengenai pengambilan keputusan, apalagi dari riset-riset yang dipopulerkan oleh Kahneman, sebenarnya kesimpulan sementaranya adalah manusia itu tidak rasional. Duh, maaf jika ini menghancurkan ilusi Anda tentang rasionalitas manusia. Apa, sih, sebenarnya yang disebut rasional? Sedikit berbeda dengan pemahamanan awam, dalam kajian psikologi di bidang pengambilan keputusan, yang disebut rasional adalah apabila individu mengambil keputusan paling optimal, yakni yang manfaatnya jauh lebih besar ketimbang mudaratnya. Where the benefit outweighs the cost/risk.

Segala yang menyimpang dari itu, disebut irasional. Meski ada pula ahli psikologi yang tetap menganggapnya sebagai rasional dalam batasan (bounded rationality).

Sebagai contoh, secara rasional, orang seharusnya tidak terpengaruh diksi atau pilihan kata jika fakta yang ditunjukkan sama. Namun, riset-riset mengenai efek framing menunjukkan kenyataan yang berbeda.

Dalam salah satu di antara banyak riset semacam ini, setiap partisipan riset diberi uang 50 dolar. Setelah itu, partisipan diberi dua pilihan. Dia boleh bertaruh dengan uang itu dan menerima apa pun hasil taruh- annya (bisa lebih banyak atau jauh lebih sedikit daripada jumlah semula). Dia boleh juga memilih tidak bertaruh, tetapi harus mengembalikan 30 dolar kepada peneliti dan membawa pulang 20 dolar sisanya.

Informasi mengenai pilihan berikut konsekuensinya ini lantas disampaikan dengan dua cara yang berbeda kepada dua kelompok partisipan riset. Nah, ternyata, cara penyampaian yang berbeda memiliki dampak yang berbeda pula pada keputusan para partisipan.

Sebanyak 62% partisipan memilih bertaruh dengan uang itu ketika pilihan yang diberikan adalah “bertaruh atau kehilangan 30 dolar”. Hanya 43% partisipan yang memilih bertaruh ketika pilihan yang diberikan adalah “bertaruh atau mendapatkan 20 dolar”.

Padahal, secara rasional, kedua kelompok partisipan sama-sama mendapatkan 20 dolar apabila tidak bertaruh. Namun, keputusan yang diambil jadi berbeda

karena pemilihan diksi yang berbeda. Inilah yang disebut framing effect, atau efek pembingkaian (informasi).

Selain efek framing semacam ini, masih banyak la- gi bias kognitif yang dapat membuat pengambilan keputusan individu melenceng dari titik optimal.

Para ahli psikologi di bidang pengambilan keputusan merumuskan ada dua tipe berpikir. Ada yang menyebutnya Sistem 1 dan Sistem 2. Sebagian ahli yang lain menyebutnya Tipe Satu dan Tipe Dua. Ada yang menyebutnya Sistem Panas (Hot System) dan Sistem Dingin (Cold System), atau sistem Intuitif dan Analitis. Sistem 1 adalah tipe proses mental yang sifatnya otomatis, tak terlalu disadari, tak perlu banyak upaya, tetapi sangat rentan bias. Sementara, Sistem 2 adalah tipe proses mental yang lebih lambat, perlu upaya lebih keras, mengikuti aturan tertentu (misalnya aturan logika) dan dilakukan dengan kesadaran penuh. Tipe kedua ini biasanya menghasilkan keputusan atau penilaian yang kita sebut optimal atau rasional.

Yang mengenaskan, tipe berpikir pertama ini sangat banyak ragamnya. Ia bisa saja berbentuk non-pikiran seperti intuisi dan emosi tak sadar. Bisa juga berbentuk penalaran, tetapi sekali lagi, ini nalar yang bias, tidak mengikuti alur yang konsisten. Sementara, tipe berpikir kedua ini hanya satu. Satu-satunya.

Dengan kata lain, banyak sekali cara untuk sesat pikir dan hanya ada satu cara menggapai kelurusan pikir.

Tetapi, hidup kita toh baik-baik saja selama ini?

Memang, untuk banyak hal, keputusan dengan menggunakan Sistem 1 sudah cukup memadai. Misalnya, untuk menentukan baju mana yang hendak dipakai hari ini, tidak perlulah kita menganalisis secara rumit soal cost and benefit pilihan masing-masing. Cukup pakai intuisi saja: baju mana yang paling terasa sreg di hati.

Namun, ada juga saat-saat ketika kita perlu banget menggunakan Sistem 2 untuk memberikan penilaian atau mengambil keputusan. Misalnya, ketika hendak mengambil keputusan mendukung atau tidak mendukung sebuah aturan atau kebijakan politik tertentu, mendukung RUU TPKS atau tidak, mendukung penambangan batu di Wadas atau tidak. Mengapa? Karena, taruhannya besar. Ada kesejahteraan banyak orang dipertaruhkan di dalamnya. Contoh lain, adalah ketika Anda hendak mengambil keputusan soal informasi mana tentang covid-19 yang Anda percaya. Jika Anda salah mengambil keputusan, yang menja di taruhan adalah nyawa anda dan nyawa banyak orang.

Oleh karena itulah, penting untuk mengetahui berba­gai cara benak dapat menyesatkan kita. Harapannya, tentu saja agar kita menjadi lebih berhati-hati dalam berpikir, menilai, dan mengambil keputusan/tindakan. (IM)


Rika Iffati Farihah Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *