,

Mitos Hantu-Hantu Perempuan: Representasi Perlawanan atas Ketidakadilan

/
/

Sosok hantu-hantu perempuan ini merupakan bentuk protes dan perlawanan terhadap hukum dan lembaga yang tidak

Neswa.id-Kisah horor hantu-hantu perempuan adalah sebuah tontonan yang sering dilihat oleh masyarakat Indonesia. Ia mewarnai industri film Indonesia dan menjadi tontonan ciamik bagi masyarakat. Di antara hantu-hantu yang populer di masyarakat Indonesia, yakni: Kuntilanak, Sundel bolong, Wewe Gombel  dan Si Manis Jembatan Ancol.

Dari sekian banyak film horor yang sudah di produksi, mengapa kebanyakan dari film tersebut menghadirkan sosok hantu perempuan dibandingkan dengan hantu laki-laki? Ternyata ini bukanlah hanya sekedar kebetulan semata, melainkan ada makna dalam dari dihadirkannya sosok ‘hantu-hantu’ perempuan tersebut. Misalnya dalam film horor Pengabdi Setan (2017) dan film Asih (2018). Sosok hantu-hantu perempuan dalam kedua film tersebut direpresentasikan sebagai ‘produk gagal’ perempuan dalam kacamata masyarakat partiarki.

Hantu perempuan dalam film Pengabdi Setan adalah subjek perempuan yang secara biologis tidak bisa memiliki anak. Sedangkan dalam masyarakat patriarki, perempuan yang secara biologis tidak bisa memiliki anak adalah perempuan yang tidak ideal, cacat, dan dicap sebagai aib keluarga. Kemudian, agar tidak menerima diskriminasi terutama dari sang mertua, perempuan tersebut rela bersekutu dengan sekte pengabdi setan dengan segala konsekuensi yang ada.

Sementara hantu perempuan dalam film Asih merupakan representasi dari subjek perempuan yang dianggap ‘gagal’ oleh masyarakat patriarki karena ia hamil di luar nikah. Akhirnya ia didiskriminasi dan diasingkan oleh masyarakat, hinggal akhirnya memutuskan bunuh diri dan menjadi hantu. Maka melalui dua representasi sosok hantu perempuan dalam film tersebut, kita dapat melihat kegagalan subjek perempuan dalam memenuhi harapan-harapan sosial yang diidealkan oleh masyarakat partiarkal. Dimana konsep ‘perempuan ideal’ tersebut dilihat sebagai hal yang bersifat sakral dan tidak boleh dilanggar oleh kaum perempuan

Jadi hantu secara simbolis merupakan  perwujudan dari hal-hal yang belum selesai di dunia. Pertanyaannya mengapa banyak hantu perempuan yang digambarkan menyeramkan? Sebab perempuan banyak menyimpan rasa ketidakadilan di dunia yang belum dibalaskan. Negara belum bisa memberikan keadilan bagi perempuan, salah satunya hak perlindungan atas tubuhnya.

Berdasakan catatan tahunan Komnas Perempuan pada tahun 2022, jumlah data kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tahun 2021 sebanyak 338.496 kasus. Jumlah ini meningkat 50% jika dibandingkan tahun 2020. Kasus kekerasan seksual termasuk yang relatif masih tinggi, dimana kekerasan seksual di ranah personal sebanyak  1.149 kasus (25%), sementara di ranah komunitas kasus kekerasan di dunia siber  menempati urutan tertinggi yaitu berjumlah 875 kasus (69%), dan kasus kekerasan di tempat kerja berjumlah 108 kasus (8%). 

Angka tersebut belum sepenuhnya menggambarkan fakta di lapangan yang lebih memprihatinkan. Sebab masih banyak korban kekerasan seksual yang mendapatkan tindak kriminalisasi ketika melakukan pelaporan, misalnya cerita yang menimpa WA di Jambi, ia merupakan anak yang hamil akibat pemerkosaan tetapi harus masuk ruang sidang dengan tuduhan melakukan aborsi.

Hal tersebut tidak semata-masata karena masyarakat patriarki yang tidak melihat perempuan sebagai manuasi dan sebagai warga negara. Selain itu produk hukum yang dibuat oleh pemerintah masih bias gender, makannya keadilan bagi perempuan sangat sulit untuk dicapai.

Protes Hantu-hantu Perempuan: Sundel Bolong, Kuntilanak dan Wewe Gombel

Nadya Karimah Melati dalam bukunya yang berjudul ‘Membicarakan Feminisme’ menjelaskan bahwa Kuntilanak merupakan sosok perempuan yang meninggal karena melahirkan. Wewe Gombel merupakan sosok perempuan yang memiliki payudara besar dan menjuntai untuk menyusui anak manusia yang berhasil ia culik, alasan menculik anak tersebut lantaran ia kehilangan anaknya akibat pernikahan usia dini dan hamil muda.

Sedangkan Sundel bolong adalah sosok perempuan dengan rambut panjang, bergaun putih dan dibagian punggungnya terdapat bolongan yang sedikit tertutup oleh rambutnya. Ia merupakan perempuan korban pemerkosaan yang dicap sebagai pelacur dan melahirkan anaknya di dalam kuburan, selain itu ia juga biasanya mengambil bayi-bayi yang baru dilahirkan.

Berdasarkan analisis kisah 3 hantu perempuan tersebut, ketiganya menyinggung mengenai kodrat perempuan yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui. Menurut Nadya tubuh menjadi analisis yang tidak bisa dipisahkan dalam diskursus feminism gelombang 3, dimana pembedaan yang dilakukan antara perempuan dan laki-laki melalui tubuh dan sering dikaitkan dengan peran sosial (gender), seolah-olah peran sosial menjadi kodrat yang tidak bisa digugat. Padahal kita tahu bahwa banyak dari fenomena sosial yang sebenarnya konstruk.

Pertanyaanya, mengapa hantu-hantu perempuan membalas dendam ketika ia menjadi hantu? Mengapa ia tidak meluapkan amarahnya ketika perempuan masih hidup? Hal ini berkaitan dengan cara pandang masyarakat yang masih misoginis dan selalu menyalahkan perempuan dalam bentuk ketidakadilan yang ia alami.

Misalnya perempuan korban pemerkosaan, selain ia diperkosa oleh seorang pria, ia juga diperkosa oleh masyarakat, sehingga sedikit sekali korban yang berani melapor atas tindakan pelaku. Selain itu, dalam konteks pemerkosaan perempuan sering dianggap tidak bisa menjaga diri, bahkan tidak sedikit masyarakat yang menyalahkan pakaian korban.

Ketidakadilan terhadap perempuan adalah masalah yang sebenarnya

Dari semua mitos tentang hantu-hantu perempuan, terdapat benang merah yang sama di antaranya, yaitu berangkat dari fakta ketidakadilan terhadap perempuan. Ketidakadilan tersebut berkutat pada peran sosial yang tidak bisa diakses setara oleh perempuan dan laki-laki, karena hal ini sering dikaitkan dengan organ reproduksi dari keduanya.

Sosok hantu-hantu perempuan ini merupakan bentuk protes dan perlawanan terhadap hukum dan lembaga yang tidak memberikan pelayanan publik secara maksimal atau secara lebih luas dijadikan sebagai alat perlawanan terhadap tatanan masyarakat yang patriarkis. (IM)


Hoerunnisa Hoerunnisa Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *