,

Menstrual Cup: Ketika Kepedulian Lingkungan Berbenturan dengan Mitos Keperawanan

/
/

Menstrual Cup: Ketika Kepedulian Lingkungan Berbenturan dengan Mitos Keperawanan

Neswa.id-Menurut beberapa penelitian, perempuan lebih mempunyai kecenderungan kepekaan terhadap lingkungan yang lebih besar dari pada laki-laki. Tidak heran, banyak pihak kemudian mengkampanyekan isu-isu lingkungan dengan melibatkan perempuan. Misalnya pengelolaan sampah dengan melibatkan ibu rumah tangga, perempuan sebagai agensi Zero waste lifestyle, hingga ke gaya hidup minimalism.  

Tidak dapat dipungkiri, sistem budaya patriarki membuat perempuan terbiasa mengurus pekerjaan rumah tangga. Sejak kecil perempuan sudah banyak memperlihatkan perilaku mengelola lingkungan seperti membersihkan rumah, menyapu halaman, memasak,sampai membuang sampah rumah tangga pada tempatnya. 

Aktivitas tersebut sudah menjadi rutinitas sehari-hari yang tanpa disadari melatih kepekaan perempuan terhadap lingkungan sekitar sehingga ketika rumah kotor atau melihat sampah yang menggunung di Tempat Pembuangan Akhir biasanya perempuan akan gelisah. “Apa ya yang bisa aku lakukan untuk mengurangi sampah?” Setidaknya itu yang saya rasakan. Apalagi ketika menyadari bahwa sampah pembalut sekali pakai sangat tidak ramah lingkungan. 

Pertama, dari segi kuantitas. Bayangkan saja jika setiap perempuan yang menstruasi mengganti pembalut 3-5 kali setiap hari dikali dengan satu periode menstruasi. Ribuan ton limbah pembalut sekali pakai akan dihasilkan di seluruh dunia setiap bulannya. Data sustaination bahkan mengatakan sampah pembalut di Indonesia ternyata bisa mencapai 26 Ton setiap harinya.

Kedua, pembalut sekali pakai menggunakan bahan plastik yang sulit terurai. Bahkan dibutuhkan waktu sekitar 500-800 tahun agar dapat terurai habis. Polusi dari limbah pembalut juga berdampak pada tanah. Tanah menjadi tercemar dan membuatnya tidak subur. Hasilnya tanaman sulit untuk tumbuh dengan baik. See, dampaknya merambat kemana-mana. Sadar akan bahaya limbah pembalut sekali pakai, saya tergerak untuk mencari alternatif lain,hingga akhirnya pilihan jatuh pada menstrual cup. 

Menstrual cup adalah produk pengganti pembalut yang berbentuk corong dan terbuat dari karet atau silikon yang bisa dicuci dan digunakan kembali. Karena terbuat dari karet dan silikon, proses pencucian tidak terlalu membuang air banyak seperti mencuci pembalut kain. Selain itu, jika dirawat dengan baik, menstural cup dapat digunakan sampai jangka waktu 10 tahun. Harganya memang agak mahal di awal, namun worth it bukan?

Pembalut sekali pakai memang harganya lebih murah di awal, namun kita akan selalu memasukkan itu ke dalam daftar belanja bulanan yang jika dihitung-hitung totalnya banyak juga. Selain itu juga membuat limbah yang merusak lingkungan. Berbeda dengan menstrual cup yang hanya membeli satu untuk bertahun-tahun, sangat ramah lingkungan sekali.

Namun sayangnya, di Indonesia banyak perempuan yang masih takut menggunakan menstrual cup. Biasanya karena dibenturkan dengan mitos keperawanan. Coba saja anda ketik kata menstrual cup di mesin pencari, pasti yang muncul tidak jauh-jauh dari “Benarkah menstrual cup bikin tak perawan?” atau “Menstrual cup bahaya untuk perawan, mitos atau fakta?” dan kalimat senada lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak prasangka di masyarakat ketika membahas mengenai reproduksi. Kebanyakan masih menganggap pembicaraan seputar itu adalah pembicaraan yang tabu. Selain itu, konsep keperawanan yang berkembang di masyarakat nampaknya harus dikritisi, agar didapatkan pengetahuan yang lebih mengedukasi.

Selaput dara masih dijadikan indikator keperawanan dan kesucian. Selaput dara yang sudah rusak berarti sudah pernah bersetubuh, malam pertama tidak mengeluarkan darah berarti tidak perawan dan mitos-mitos yang lainnya. Padahal, faktor kehilangan selaput dara berbeda antara satu perempuan dengan perempuan lainnya. 

Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan ketebalan selaput dara dan tingkat aktivitas satu sama lain. Ada yang tebal dan elastis, namun juga ada yang tipis dan mudah robek hanya karena benturan. selaput dara bisa saja tidak utuh lagi disebabkan karena jatuh, kecelakaan, berolahraga dan lain sebagainya. 

Apakah jika selaput dara seorang perempuan tidak lagi utuh disebabkan beberapa faktor yang mungkin terjadi lantas menjadikan perempuan tersebut dilabeli tidak perawan, sudah pernah bersetubuh sehingga tidak suci dan tidak berharga lagi?

Menurut saya tidak. Saya percaya bahwa nilai perempuan tidak ditentukan oleh selaput dara. Mitos keperawanan yang seperti itu hanyalah konstruksi sosial yang berlandaskan nilai-nilai patriarki dan berdampak negatif terhadap perempuan.

Dilansir dari halodoc.com, menstrual cup dinyatakan aman dari segi medis bahkan untuk yang belum menikah sekalipun. Memang ada beberapa resiko, tetapi masih tergolong kecil dan tidak akan terjadi jika digunakan sesuai arahan.

Produk ini jelas lebih ramah lingkungan dan aman bagi perempuan. Menstrual Cup Bisa menjadi alternatif menstruasi yang lebih nyaman, lebih sehat dan pastinya minim sampah. Bayangkan pilihan-pilihan sederhana kita ternyata memberikan dampak yang besar pada keberlangsungan lingkungan sekitar. Pilihan kecil untuk perubahan besar. Jadi, tertarik mencoba? (IM)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *