,

Menjunjung Kemanusiaan Melalui Moderasi Beragama

/
/

Menjunjung Kemanusiaan Melalui Moderasi Beragama

Neswa.id-Indonesia adalah bangsa dengan masyarakat multikultural merupakan realitas yang tidak terbatantahkan. Hal ini dibuktikan dengan keragaman bahasa, budaya, agama, dan suku. Keanekaragaman merupakan anugerah tersendiri jika dikelola dengan baik, menjadi keunikan dan kekuatan. Salah satu cara untuk menglola keanekaragaman ini melalui moderasi beragama, Dalam konteks keragaman manusia di tingkat global, nasional, dan lokal, moderasi beragama perlu diintegrasikan ke dalam masyarakat.

Dalam konteks agama, Tuhan menciptakan agama untuk menegakkan harkat dan martabat manusia, bukan untuk mencelakai, membinasakan, atau bahkan membunuh sesama manusia. Ajaran dasar semua agama melarang kekerasan atas nama agama atau “keinginan untuk menyenangkan dan membela Tuhan”. Terlepas dari agama, menyebarkan prinsip, nilai, dan perilaku manusia demi keselamatan umat manusia sama mulianya dengan menyembah Tuhan. Sehingga, agama harus kembali ke peran fundamentalnya sebagai panduan spiritual dan moral bagi seluruh umat manusia daripada hanya terbatas pada aspek ritual ibadah formal.

Setiap anggota masyarakat, terlepas dari suku, etnis, budaya, agama, atau preferensi politik, harus memahami dan menumbuhkan moderasi sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang sempurna di mana mereka mendengarkan satu sama lain, belajar dari satu sama lain, dan berkembang. Kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan menjadi hal yang penting. Disinilah perlu inklusivitas dalam memaknai keanekaragaman yang ada. Dalam konteks Islam, Shihab mengatakan bahwa gagasan Islam inklusif lebih dari sekadar mengakui keragaman masyarakat; itu juga berarti berpartisipasi aktif dalam keragaman ini. Dalam pemikiran Islam, inklusivitas berarti memberi ruang bagi berbagai ide, pemahaman, dan perspektif Islam.

Dalam masyarakat multikultural, ketakutan akan konflik dapat diredakan melalui moderasi beragama yang ramah, toleran, terbuka, dan fleksibel. Moderasi dalam agama tidak berarti bahwa kita mencampuradukkan kebenaran dan kehilangan identitas kita. Kita masih memiliki sikap yang jelas tentang suatu isu tentang kebenaran, tentang hukum suatu isu dalam moderasi beragama, tetapi kita lebih terbuka untuk menerima bahwa di luar kita ada rekan senegara yang juga memiliki hak yang sama dengan kita sebagai seorang masyarakat berdaulat dalam kerangka nasional. Moderasi tidak memfitnah kebenaran. Kita harus menghormati dan mengakui keyakinan setiap orang yang berbeda agama dan terus bertindak dan menjalankan agama secara wajar untuk menghormati dan mengakuinya. Moderasi dalam Islam dicontohkan oleh Nabi kita, para sahabat, dan ulama—termasuk kita sendiri—yang berlaku adil satu sama lain tanpa memandang latar belakang agama, ras, suku, atau bahasa.

Dalam sejarahnya yang panjang, masyarakat Indonesia telah melalui dinamika, pasang surut, bahkan konflik sosial yang diwarnai kekerasan dalam upaya menjalin hubungan yang harmonis antara agama dan negara serta menjadi wadah pertemuan umat beragama dalam urusan kemanusiaan. Ini diperparah dengan penghancuran kelompok agama ultra-konservatif, sayap kanan yang mengadvokasi ideologi kekhalifahan dan penegakan hukum Islam di negara. Fakta aktual yang dihadapi umat beragama saat ini semakin kritis, yaitu masifnya gerakan radikalisme agama menggunakan media digital untuk menyebarluaskan, menanamkan dan merekrut anggota baru. Mereka selalu menjual dan menggunakan nama Tuhan, kitab suci, isu dan sentimen keagamaan untuk membenarkan tindakan kekerasan, intoleransi dan pembunuhan yang dilakukan terhadap orang/komunitas yang berbeda. Semua manusia menjadi sasaran gerakan radikalisme ini, mulai dari pejabat birokrasi sampai rakyat jelata, dari kalangan intelektual sampai orang yang tidak berpendidikan, dari ulama sampai orang jalanan yang baru mengenal Tuhan dan agama, tidak melihat perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan, tidak mengenal usia. batasan dari orang tua hingga pemuda-pelajar, tanpa memandang kelas sosial dari yang kaya-riang hingga yang miskin-marginal.

Padahal, gerakan radikalisasi agama yang dilakukan kelompok ultrakonservatif ini sudah berjalan tidak seimbang dengan gerakan moderasi beragama yang dilakukan oleh komunitas Islam moderat. Kondisi ini disebut dalam perspektif teori social structural functional sebagai tatanan kehidupan sosial yang labil, dimana lembaga agama, budaya dan pendidikan tidak menjalankan fungsinya secara normal dalam menciptakan kelangsungan dan kenyamanan hidup dalam masyarakat yang majemuk.

Moderasi beragama sebagai cara pandang untuk menyikapi dan mengelola segala perbedaan, menjadi penting bagi setiap orang untuk menyikapi fenomena dan fakta ekstrimisme dalam busana keagamaan. Agar seimbang dalam menyikapi keragaman keyakinan, ritual ibadah, dan berbagai kelompok agama dalam satu agama, ekstrim kanan-radikal dan kiri-liberal/sekuler, seluruh anak bangsa harus memahami dan mewaspadai sikap beragama yang moderat, baik secara pribadi maupun komunal. Moderasi beragama, dari sudut pandang ini, menjelma menjadi cara pandang individu-individu beragama yang berdialog tentang teks-teks suci agamanya dalam konteks kehidupan sosial masyarakat yang majemuk. agar umat beragama ekstrim kanan tidak menjadi ultra-konservatif, dan umat beragama ekstrim kiri tidak menjadi liberal-sekuler ketika mereka mengamalkan ajaran agamanya di tengah kerukunan manusia (dalam keluarga, masyarakat, dan negara).

Dalam menyikapi dua kutub ekstrim tersebut, individu yang beragama moderat akan selalu mengambil jalan yang adil (ta’adul), toleran (tasamuh), ditengah-tengah (tawassutth), dan seimbang (tawazun). Dalam praktiknya, mereka akan selalu berusaha mencari jalan tengah di antara kedua ekstrem tersebut. Umat ​​beragama moderat mencari jalan tengah dalam dialog antara teks dan konteks, tidak hanya secara hitam putih pada teks agama tetapi juga dalam konteks kehidupan masyarakat yang majemuk. Semua penganutnya akan memandang keberagaman manusia sebagai anugerah Tuhan dan berkah bagi kehidupan, bukan sumber konflik, dari sudut pandang moderasi beragama. Akibatnya, keragaman dan pluralitas dalam bentuk apa pun (suku, agama, budaya, ekonomi, afiliasi politik, pendidikan, bentuk fisik, ideologi negara, dll.) akan disikapi secara moderat kapan pun dan di tempat manapun. (IM)


Nurhalisah Nurhalisah Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *