Di mata akademisi pengkaji Al-Qur’an di Indonesia, nama Islah Gusmian tidak lagi asing. Terlebih dengan debutnya menulis buku ‘babon’ “Khazanah Tafsir Indonesia: Dari Hermeneutika hingga Ideologi” yang bisa dibilang menjadi rujukan sebagian besar sarjana di bidang Al-Qur’an. Memang sebelum Islah kajian awal tentang tafsir Nusantara sudah dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat, seperti Snouck Hurgronje, Howard M. Federspiel, L. Anthony H. Jhons, dan Peter G. Riddel, di mana mereka mengambil subjek dan objek kajiannya masing-masing. Para sarjana Barat ini memberikan informasi penting mengenai pertumbuhan dan perkembangan tulisan dan kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama dan pengkaji Al-Qur’an di Nusantara.
Kajian-kajian ini tersebut kemudian dilanjutkan oleh para peneliti karya-karya tafsir asal Indonesia sendiri, salah satunya Islah Gusmian. Dalam bukunya, Islah memberikan kritik atas kajian yang telah dilakukan oleh Howard M. Federspiel dari sisi metodologi tafsirnya. Meskipun dari segi cakupan literatur, kajian Howard sudah sangat kaya dan dalam konteks analisi tema model studi Al-Qur’an di Indonesia ketika itu pun tergolong baru, namun bagi Islah masih belum memberikan kontribusi yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan kajian Howard lebih diorientasikan pada kepopuleran literatur yang mengkaji seputar Al-Qur’an di Indonesia saja, bukan pada metodologi tafsir (Islah Gusmian, 2013: 10).
Adanya celah tersebut yang mendorong Islah mengkaji karya-karya tafsir di Indonesia secara lebih komprehensif. Bahkan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga-Amin Abdullah menyebutkan Islah adalah pioneer atas usaha-usaha akademisnya dalam penelitian karya-karya tafsir di Indonesia yang secara metodologis-kritis sangat mempertimbangkan aspek sosio-historis.
Melalui buku-buku dan penelitiannya yang konsen kepada kajian tafsir Al-Qur’an di Nusantara, Islah berhasil dalam usahanya mengawali penelitian atas karya-karya tafsir di Indonesia secara metodologis-kritis dan mempertimbangkan aspek sosio-historis. Sebagaimana disampaikan Amin Abdullah-Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Islah berusaha membedah sejarah interpretasi dalam konteks ruang-ruang sosial di mana suatu karya tafsir muncul serta bagaimana pergumulan penulisnya dengan lingkungan sosial, budaya, politik dan agama di sekelilingnya.
Biografi Singkat Islah Gusmian
Islah Gusmian dilahirkan di Pati, tepatnya pada 22 Mei 1973. Jenjang pendidikan strata 1 diselesaikannya pada tahun 1997 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan melanjutkan magister Studi Filsafat Islam Program Pascasarjana di kampus yang sama dan selesai pada tahun 2002. Studinya tidak mandeg di S2, Islah melanjutkan program doktoral hingga tahun 2014 di kampus yang sama yang telah alih status menjadi UIN Sunan Kalijaga. Sejak kuliah S1, Islah memang telah aktif menulis diberbagai media massa, di antaranya pada tahun 1998 terpilih sebagai peresensi terbaik oleh penerbit Mizan. Prestasi atas ketekunannya dalam bidang tulis-menulis terus melejit, terlebih ketika sudah mendedikasikan diri sebagai dosen tafsir Al-Qur’an di Fakultas Ushuluddin IAIN Surakarta (kini telah alih status menjadi UIN Raden Mas Said). Torehan atas ketekunannya dalam bidang manuskrip dan kajian tafsir Nusantara juga mengantarkannya menjadi dosen berprestasi pilihan Diktis Kemenag RI. Kini Islah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta.
Beberapa karya-karyanya, yaitu Khazanah Tafsir Indonesia (LKiS, Yogyakarta, 2013), Dinamika Tafsir Al-Qur’an Bahasa Jawa (Efude, Yogyakarta, 2014), The Dinamics of Qur’anic Interpretation in Indonesia (Yayasan Salwa, Yogyakarta, 2017), Bencana Alam dalam Perspektif Filologis dan Teologis: Kajian Tematik Manuskrip Keagamaan Wilayah Jawa Tengah (Kementrian Agama, Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi, Jakarta, 2018), dan Tafsir Al-Qur’an dan Kekuasaan di Indonesia: Peneguhan, Kontestasi, dan Pertarungan Wacana (Yayasan Salwa, Yogyakarta, 2019).
Kajian Kritis Literatur Tafsir Al-Qur’an ala Islah Gusmian
Sebagai produk asli UIN Sunan Kalijaga integrasi-interkoneksi nampaknya sudah amat melekat dengan pribadi Islah di bidang yang ditekuninya. Gambaran multidisipliner ini terlihat ketika Islah mengoperasikan berbagai pendekatan untuk menganalisis literatur tafsir Al-Qur’an. Di satu sisi Islah ingin menerapkan metode anti mainstream, tidak seperti kebanyakan peminat kajian tafsir di Indonesia yang menggunakan metode Al-Farmawi, karena bagi Islah teori yang digunakan Al-Farmawi cenderung menyimpan kerancuan dalam arah analisis juga tidak mampu menyingkap keragaman teknis penulisan dan hermeneutik tafsir yang berkembang, apalagi menyingkap ideologi yang tersirat di dalamnya (Gusmian: 10).
Adapun teori yang digunakan Islah adalah berangkat dari dua medan besar dalam literatur tafsir. Medan pertama yakni teknis penulisan tafsir yang bergerak menelusuri seluruh aspek dalam bangunan tekstualitas dan teknis penulisan tafsir. Sedangkan medan kedua adalah yang disebutnya sebagai “wilayah dalam”-yang berkaitan dengan prinsip hermeneutika yang digunakan dalam praktik penafsiran. Untuk menganalisis medan pertama Islah menggunakan metode hermeneutika. Metode ini untuk mengungkap paradigma dan episteme yang digunakan penafsir dalam membangun kerangka metodologi tafsir dan juga memperlihatkan hubungan antara penulis, pembaca dan teks, serta kondisi-kondisi di mana seseorang memahami sebuah teks (Gusmian: 11).
Metode kedua adalah analisis wacana kritis, di mana model ini digunakan untuk menyingkap kepentingan dan ideologi di balik bahasa yang digunakan dalam penulisan literatur tafsir. Analisis wacana kritis ini juga mengandaikan pentingnya metode sejarah sebagai upaya mengungkap proses interaksi antara tekstualitas tafsir dengan budaya dan sejarah di mana penafsir berada. Sebagai peminat kajian tafsir Al-Qur’an dengan khazanah keilmuan yang multidispliner, Islah dalam kedua bukunya Khazanah Tafsir Indonesia dan Tafsir Al-Qur’an dan Kekuasaan di Indonesia menyuguhkan literatur tafsir yang sangat kaya. Buku pertama fokus pada karya tafsir berbahasa Indonesia dan oleh orang Indonesia dalam rentang waktu tahun 1990 hingga 2000. Sedangkan dalam buku kedua, tidak terbatas pada bahasa yang digunakan dalam literatur tafsir. Islah menganalisis karya tafsir yang muncul di dua dasawarsa awal rezim Orde Baru berkuasa.
Ketekunan Islah dalam kajian literatur tafsir Al-Qur’an ini sangatlah memberikan kontribusi yang besar bagi kesarjanaan Al-Qur’an di Indonesia. Jika di Mesir kita mengenal Muhammad as-Sayyid Husain az-Zahabi sebagai pioneer yang membahas secara lengkap metode para mufasir, di Indonesia kita mempunyai Islah Gusmian. Tidak heran apabila kemudian rekan atau teman sejawatnya menjulukinya sebagai “Az-Zahabi-nya Indonesia”.
Wallahu a’lam
Leave a Reply