,

Memasang Iklan dengan Cara Makruf itu Boleh, Melakukan Komodifikasi kepada Tubuh Perempuan Jangan!

/
/

Memasang Iklan dengan Cara Makruf itu Boleh, Melanggar Etika dan Komodifikasi Tubuh Perempuan Jangan!

Neswa.id- Iklan merupakan hal yang tak terpisahkan dalam dunia bisnis. Para pelaku usaha akan terus bersaing memikirkan strategi yang efektif untuk menarik perhatian konsumen. Bahkan tak jarang juga ada yang beriklan dengan gaya provokatif dan menimbulkan keresahan serta kegaduhan di masyarakat. Salah satunya iklan yang dilakukan oleh brand Rabbani. Alih-alih ingin mengedukasi dan mendapatkan perhatian positif dari audiens, iklan-iklan yang dikeluarkan oleh brand fashion muslim tersebut, justru lebih banyak mengundang kritikan dan dibanjiri komentar pro kontra dari warganet.

 Bagaimana tidak, hampir sebagian besar pesan iklan yang ditayangkan oleh brand tersebut, baik di media sosial maupun di media luar ruang mengandung unsur diskriminasi pada perempuan, menyudutkan perempuan, menyalahkan korban pelecehan seksual (victim blaming) khususnya perempuan, juga ujaran perundungan seseorang terhadap keyakinannya. Beberapa isi pesan iklan tersebut diantaranya:

 “korban tu ga wajib, yg wajib tu berhijab”.

  “Anak jaman now, rok makin di atas, prestasi makin di bawah”.

 “Teruntuk saudariku Nurlina Permata Putri ada kerudung gratis buat kamu dari Rabbani”.

 Bahkan, foto tokoh Pahlawan Nasional Indonesia yaitu RA Kartini pun pernah disalahgunakan dengan mengedit fotonya menjadi berkerudung.

Iklan Rabbani Tidak Ramah Perempuan

 Selain itu, iklan Rabbani juga menunjukkan bahwa perempuan dengan segala yang terikat didalamnya dianggap bernilai untuk dijadikan daya tarik dengan memainkan strategi profit oriented dengan cara mengomodifikasikannya dalam bentuk tayangan iklan. Di dalam ruang kapitalisme, tubuh perempuan dijadikan objek komoditas yang menguntungkan pihak tertentu. Pada dunia periklanan, perempuan menjadi objek untuk menaklukan pasar komersial.

Kemampuan iklan dalam membangun realitas sosial di masyarakat dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat yang dapat membawa berbagai macam perubahan nilai sosial dan budaya sehingga dapat dijadikan acuan dan tuntunan dalam menjalani kehidupannya.

Tayangan iklan yang dikemas sedemikian rupa, mampu menghadirkan imajinasi audiens, mempersuasi, dan ditafsirkan dengan cara yang berbeda-beda oleh khalayak. Selain itu citra iklan yang ditayangkan oleh Rabbani, juga dapat mempengaruhi paradigma masyarakat, bahwa seolah standar kesalihan seorang perempuan adalah yang berpenampilan dengan baju panjang dan berkerudung panjang bermerek Rabbani.

 Citra iklan yang dibangun sebenarnya bertolak belakang dengan kehidupan muslim di Indonesia yang penuh dengan keberagaman. Karena umat muslim di Indonesia memiliki cara yang beragam dalam menutup auratnya. Kita tahu akhir-akhir ini geliat masyarakat Indonesia akan ajakan untuk memperkuat kesalihan pribadi sedang sangat marak.

Orang-orang dengan senangnya, tanpa diminta, rajin menasehati yang lainnya, untuk menjadi saleh. Bahkan terkadang dengan narasi yang memaksa. Tentu saja yang paling sering dimunculkan adalah topik cara berpakaian perempuan. Rabbani agaknya menangkap sinyal dalam situasi ini dan mencoba memanfaatkannya untuk materi iklan.

Namun pesan iklan Rabbani justru menggiring cara pandang masyarakat yang keliru. Pesan iklan yang ditampilkan justru banyak mengandung unsur diksriminasi dan stigma negatif yang ditujukan pada perempuan apabila tidak sesuai standar yang dicitrakan oleh Rabbani.

Selanjutnya pernyataan pihak Rabbani dan apa yang dilakukannya dalam iklan Rabbani merupakan tindakan misoginis. Bahkan pernyataan pihak Rabbani pada kanal youtube kasisolusi, menyatakan bahwa perempuan dengan pakaian terbuka dapat mengundang laki-laki untuk berpikiran dan berniat buruk dan menjadi faktor penyebab terjadinya kasus kekerasan seksual itu sesungguhnya menyesatkan. Menganggap wajar apabila perempuan yang berpakaian terbuka mendapatkan pelecehan merupakan cara pandang yang fatal. Sebab cara pandang ini ternyata tidak hanya dapat menggiring opini tentang rape culture dan victim blaming yang menempatkan perempuan sebagai penyebab terjadinya pelecehan seksual.  Tetapi juga merendahkan laki-laki yang dianggap tidak bisa mengendalikan syahwat.

Padahal laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berakal memang sudah seharusnya sama-sama bisa berpikir dan menempatkan dirinya dalam berbagai situasi. Pesan iklan yang menyatakan bahwa perempuan yang tak berjilbab itu bodoh juga mengandung unsur perundungan, kebencian, menyudutkan perempuan dan nirempati terhadap para penyintas tindak kejahatan seksual khususnya perempuan. Penjahat seksual ada dimana-mana. Kejahatan seksual bisa terjadi dimana saja. Tidak memandang usia, ataupun gender dan tidak memandang status sosial bahkan pakaian apa yang sedang dikenakannya. Argumen ini diperkuat oleh data Catahu Komnas Perempuan 2022 tercatat jumlah kekerasan seksual sebanyak 4.660 kasus, dengan pelakunya mayoritas orang-orang yang dikenal atau dekat dengan korban, bukan orang yang tak dikenal yang tertuju pada busana tertentu.

Pada kenyataannya, komodifikasi dan eksploitasi pada perempuan masih terjadi. Hal ini tidak terlepas dari adanya budaya patriarki yang masih membelenggu di masyarakat Indonesia. Relasi kuasa yang masih kuat, seolah menjadikan perempuan masih dianggap sosok manusia kelas dua, juga citra yang buruk, diskriminasi terhadap perempuan langgeng menjadi komoditas yang tinggi bagi publik untuk meraup share, rating dan keuntungan materil lainnya.

Para kaum kapitalis semakin giat dalam memproduksi konten-konten termasuk iklan, tanpa mempedulikan dampak moral bagi masyarakat. Pada prakteknya tubuh perempuan juga dijadikan objek yang disalahgunakan. Perempuan dan segala yang terkait dijadikan ornamen, bahkan dalam hal pemilihan pakaian atau berpenampilan, semuanya terlibat dalam pemaknaan dan citra perempuan.

Padahal perempuan memiliki hak otonomi atas tubuhnya sendiri. Tubuh perempuan bukan milik masyarakat, negara, media, keluarga maupun pasangannya tapi miliknya sendiri seutuhnya. Seksisme terhadap perempuan eksis dikehidapan sehari-hari. Perempuan selalu dihadapkan dengan norma-norma usang yang tidak membawa perubahan. Selalu dihadapkan pada ekspektasi sosial dan masyarakat yang semakin tak masuk akal.

 Selanjutnya, ruang otoritas tubuh yang paling dekat dengan kita adalah penggunaan hijab. Padahal makna dari hijab itu sendiri sangatlah luas. Tidak hanya sebatas penutup aurat saja. Namun pilihan perempuan atas apa yang dikenakannya masih selalu diperdebatkan.

Prinsip Moral dalam Iklan

Setidaknya ada tiga prinsip moral, terkait etika dalam beriklan menurut Bertens dalam bukunya Pengantar Etika Bisnis yang harus dipatuhi oleh pengiklan yakni: Pertama, tentang prinsip kejujuran. Bahwa informasi isi iklan yang dikomunikasikan haruslah menyatakan realitas sebenarnya dari produk dan jasa, sambil membiarkan konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk tersebut.

 Kedua, prinsip martabat manusia sebagai pribadi. Bahwa iklan semestinya menghormati hak dan tanggungjawab setiap orang dalam memilih secara bertanggungjawab baik itu barang dan jasa yang ia butuhkan. Bukan bersifat memaksa, apalagi memberikan pesan yang berisi stigma negatif kepada target konsumennya.

 Ketiga, iklan dan tanggungjawab sosial. Bahwa dalam beriklan juga harus memperhatikan isi pesan iklan yang baik dan benar. Supaya masyarakat tidak terjerumus dalam memaknai sebuah informasi. Karena manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis.

Bukankah dalam Islam juga diajarkan bagaimana cara bermuamalah dengan cara yang ma’ruf, sesuai tuntunan Rasulullah. Sehingga sudah seharusnya Rabbani yang membranding dirinya sebagai brand fashion muslim, harus menerapkan aturan etika dan moral dalam beriklan. Bertanggung jawab dalam menjaga hubungan yang harmonis sesama manusia, dan turut aktif dalam mengkampanyekan penghapusan kekerasan terhadap perempuan serta tidak menjadikannya komoditi untuk kepentingan komersial dan lainnya. (IM)


Zainul Afatmawati Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *