Kala kecil, Nabi Muhammad SAW diserahkan ke Halimah as-Sa’diyah untuk dibesarkan di pedesaan. Sepertinya adat Arab lama itu berlatar belakang kesehatan: anak yang dibesarkan dengan cara itu lebih besar kemungkinannya tumbuh sehat. Mengapa?
Halimah anggota Banu Sa’d, suku Arab Badawi pengembara yang tinggal dalam tenda di gurun, hidup sebagai gembala. Masyarakat Arab perkotaan abad ke-7 M punya kebiasaan menitipkan anak untuk dibesarkan suku Badawi. Selain alasan budaya (orang Badawi dianggap lebih melestarikan adat Arab dan berbahasa Arab lebih bagus daripada orang kota), kehidupan kota zaman itu berbahaya untuk kesehatan. Banyak orang hidup berdampingan, banyak hewan ternak, dan kondisi kebersihan yang masih buruk membuat kemungkinan penularan penyakit sangat besar. Dan mengingat pengetahuan medis zaman itu masih sangat primitif, banyak penyakit yang bisa menyebabkan kematian. Sampai sekarang pun dalam kondisi yang mirip, masih ada beberapa penyakit yang berasal dari hewan di Arabia. Contohnya MERS, disebabkan coronavirus dari unta yang menular ke manusia. Siapa tahu MERS sudah ada di antara masyarakat peternak unta di Arab abad ke-7?
Di keluarga Nabi Muhammad sendiri, ayahnya, Abdullah bin Abdul-Mutthalib, sakit dan meninggal ketika mampir di Yatsrib/Madinah, pada usia relatif muda. Ibunya, Aminah binti Wahb, juga meninggal karena sakit di Mekah (setelah sebelumnya pergi ke Yatsrib) ketika Nabi Muhammad masih kecil. Itu mungkin menunjukkan bagaimana kehidupan di kota Arab abad ke-7 tidak sehat, sehingga orang-orang yang mampu lantas mengirim anaknya untuk dibesarkan dalam keadaan sehat di luar kota oleh orang Badawi. Ada sumber yang juga menyatakan sahabat Nabi, Abu Bakar, menjalani masa kecil bersama suku Badawi juga.
Ada beberapa wabah besar lain yang melanda kawasan Laut Tengah dan Timur Tengah pada zaman itu: Wabah Yustinianus, pada 541 M (sekitar 30 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad) yang terutama melanda Konstantinopel, ibukota Byzantium (“Rum”); dan wabah tahun 627 M di Kerajaan Persia Sasania. Kedua wabah itu melemahkan dua negara besar Byzantium dan Sasania, sehingga mendukung kebangkitan daulat Islam yang didirikan Nabi Muhammad, yang mengalahkan Byzantium di Yarmuk dan Sasania di al-Qadisiyah lalu memperluas wilayah ke Syam dan Persia. Namun sesudahnya daulat Islam sempat kena wabah juga, Wabah Emmaus (tha’un amwas) yang melanda Palestina dan Syam yang baru direbut dari Byzantium, menewaskan cukup banyak orang termasuk sahabat Nabi, Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Wabah bisa mengubah sejarah, terutama karena melanda pusat-pusat peradaban berpenduduk banyak. Ketika pusat-pusat itu kacau, kelompok-kelompok yang tadinya ada di pinggiran bisa mendapat kesempatan bergeser ke tengah panggung. Biologi berpengaruh bagi sejarah, kadang lebih besar daripada upaya manusia.
Ref:
Haikal, M.H. Sejarah Hidup Muhammad (https://media.isnet.org/kmi/islam/Haekal/Muhammad/index.html)
Foto diambil dari stocksnap.io
Leave a Reply