,

KUPI II: Bukti Bahwa Perjuangan Keadilan Gender Tidak Bertentangan dengan Nilai Islam

/
/

KUPI II: Bukti Bahwa Perjuangan Keadilan Gender Tidak Bertentangan dengan Nilai Islam

Neswa.id-Pada hari Kamis, tanggal 24-26 November 2022 lalu, saya menghadiri acara Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II di Jepara. Sebenarnya sebelum acara KUPI II digelar, ada banyak rangkaian acara yang dilaksanakan, diantaranya lomba menulis ulama perempuan, halaqoh metodologi fatwa KUPI, workshop dan seminar tentang isu-isu yang menjadi perhatian KUPI dan international conference.

Saya merasa excited sekalimengikuti rangkaian acara KUPI II ini. Selain mendapatkan perspektif baru terkait isu kesetaraan gender dalam Islam, saya juga banyak bertemu dengan tokoh-tokoh muslim, akademisi, aktivis serta bu Nyai pimpinan dari berbagai pondok pesantren yang sangat menginspirasi pemikiran serta gerakannya.

Keyakinan bahwa “perspektif gender dan keberpihakan terhadap perempuan sangat sulit dimiliki oleh tokoh ulama, apalagi perempuan” sempat menguasai dipikiran saya di masa silam. Pemikiran tersebut tidak lain berangkat dari pengalaman ketika mondok di salah satu pesantren yang masih mengamini budaya patriarki dan cara beragama konservatif.

Alasan lainnya adalah banyak dari masyarakat melakukan diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan legitimasi teks agama, misalkan ayat tentang poligami, kebolehan seorang suami memukul istri sampai pada pemaksaan pernikahan terhadap perempuan. Dalam masyarakat awam, justru yang populer adalah teks-teks agama yang seakan-akan mendiskriminasikan perempuan, sehingga berdampak pada anggapan bahwa kelompok yang menyuarakan isu “kesetaraan gender” bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

KUPI hadir memberikan cara pandang baru dan sekaligus mematahkan stigma bahwa isu “kesetaraan gender” hanya digaungkan oleh kelompok feminisme, dan sangat bertentangan dengan Islam, bahkan dibuat untuk menghancurkan orang muslim karena menyamakan posisi perempuan dengan laki-laki yang jelas berbeda.  Padahal jika kita sudah paham makna perjuangan Nabi Muhammad dalam membebaskan perempuan dari belenggu kelompok jahiliyah (patriarki) seharusnya narasi “apakah kesetaraan gender sesuai dengan Islam?”tidak perlu dipermasalahkan lagi. Jadi kita sudah bisa fokus pada penyelesaian isu-isu perempuan, tidak mesti terjebak terus menurus pada narasi “apakah perempuan dan laki-laki setara?”

KUPI sudah selesai membicarakan narasi tersebut. Dengan lugas, KUPI menyebutkan bahwa Islam telah menegaskan kemanusiaan perempuan sejak awal hadir. Artinya, perempuan dan laki-laki sama-sama berstatus hanya hamba Allah yang mengemban amanah sebagai Khalifah fil Ardl.  Jadi keduanya menjadi subjek penuh sistem kehidupan sehingga sama-sama wajib mewujudkan kemaslahatan di muka bumi, sekaligus berhak menikmatinya.

Selain itu, KUPI ini memberikan corak Islam yang lebih inklusif dan rahmatan lil alamin. Hal tersebut tercemin dari sembilan nilai yang digunakan oleh KUPI yaitu ketauhidan, kerahmatan, kemaslahatan, kesetaraan, kesalingan, keadlian, kebangsaan, kemanusiaan, dan kesemestaaan. Serta menggunakan tiga pendekatan yaitu; makruf, mubadalah dan keadilan hakiki dalam metodologi musyawarah keagamaan.

Kehadiran perspektif mubadalah adalah untuk memastikan cara pandang terhadap perempuan sebagai subjek utuh kehidupan dan manusia yang setara dengan laki-laki sehingga harus memperoleh kemanfaatan yang sama. Sedangkan keadilan hakiki untuk meniscayakan pentingnya mempertimbangkan pengalaman biologis dan sosial perempuan yang berbeda. Karena itu, pengalaman hidup perempuan yang khas baik secara biologis maupun sosial, menjadi sumber yang otoritatif bagi sistem pengetahuan KUPI.

Dalam konteks ini, pengalaman biologis perempuan di antaranya; menstruasi, mengandung, melahirkan, nifas dan menyusui. Sedangkan pengalaman khas sosial perempuan di antaranya marginalisasi, subordinasi, treotipe, beban kerja ganda dan kekerasan.

Kerangka metodologi KUPI tersebut sangat memerhatikan pengalaman khas perempuan. Hal tersebut dibuktikan oleh hasil fatwa-fatwa KUPI yang sangat mementingkan keselamatan perempuan, di mana hasil fatwa KUPI ke-1 yang dilaksanakan tahun 2017 lalu di Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Cirebon memutuskan pandangan dan sikap keagamaan terkait tiga hal, yaitu pengharaman kekerasan seksual, kewajiban perlindungan anak dari pernikahan dan pengharaman kerusakan lingkungan.

Sedangkan hasil fatwa pada KUPI II yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri Jepara memutuskan pandangan dan sikap keagamaan terkait lima hal, yaitu hukum peminggiran perempuan dalam menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama, pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan peremuan, perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan, perlindungan jiwa perempuan dari kehamilan akibat perkosaan dan perlindungan perempuan dari bahaya pemotongan dan/atau pelukaan genital perempuan (P2GP) tanpa alasan medis. Kehadiran KUPI adalah rahmat bagi kita semua, khususnya perempuan. Karena KUPI memperkenalkan Islam yang rahmatan lil alamin dengan memposisikan perempuan dan laki-laki subjek setara serta menjadikan pengalaman khas perempuan sebagai sumber pengetahuan penting bagi KUPI. (IM)


Hoerunnisa Hoerunnisa Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *