Neswa.id- Sebagai seorang Muslim, kita harus percaya bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah kitab yang berisi dongeng masa lalu belaka. Melainkan di dalamnya memuat hikmah yang bisa dipetik dalam setiap zaman. Seperti kisah Qarun yang diabadikan dalam surat Al-Qashas ayat 76-82.
Qarun hidup di zaman Nabi Musa terkenal sebagai seorang kaya raya yang terlampau sombong sehingga ia mendapatkan hukuman atas perbuatannya tersebut, memiliki banyak pelajaran yang bisa diambil dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan serta sebagai penguatan karakter manusia yang berkualitas baik dari segi agama maupun sosial.
Pernah Menjadi Ahli Ibadah
Jauh sebelum kekayaan Qarun melimpah ruah, menurut al-Qusyairi sebenarnya dia adalah seorang rahib yang sangat taat beribadah. Karena seluruh waktunya dihabiskan untuk ibadah, Qarun tidak begitu peduli dengan masalah duniawi. Alhasil Qorun dan keluarganya hidup serba kekurangan. Istrinya yang bernama Ilza sering mengeluh dan merengek agar Qarun mau lebih berusaha meningkatkan taraf hidup mereka.
Kemudian Qarun meminta nabi Musa untuk mendoakannya agar Allah memberikan harta benda yang banyak untuk dirinya. Nabi Musa menyetujuinya tanpa ragu karena dia tahu bahwa Qarun adalah seorang yang sangat saleh dan pengikut ajaran Ibrahim dengan sangat baik.
Menjadi Sombong dan Dzalim Setelah Kaya
Berkah doa Nabi Musa, Qarun menjadi gigih berusaha dan dianugerahi harta yang berlimpah-ruah, yang tersimpan di banyak gudang harta berisikan emas dan perak― dengan kunci-kuncinya yang sangat berat dipikul, meskipun ukurannya hanya sebesar jari namun untuk mengangkut kunci gudang kekayaannya dibutuhkan 60 bighal atau kuda kecil (Tafsir Ath-Thabari, Juz 19, h. 617).
Diriwayatkan pula bahwa setiap keluar rumah ia selalu berpakaian mewah didampingi oleh 600 orang pelayan terdiri atas 300 laki-laki dan 300 lagi pelayan perempuan. Bukan hanya itu, ia juga dikelilingi oleh 4.000 pengawal dan diiringi 4.000 binatang ternak yang sehat.
Kisah Qarun dalam Al-Qur’an dapat ditemukan pada surah al-Qashash [28] ayat 67-83. Ayat ini bercerita perbendaharaan hartanya yang begitu besar menyebabkan Qarun menjadi sangat berbangga diri. Ia berlaku sombong dan memandang rendah orang di sekelilingnya. Meskipun ia diperingatkan oleh kaumnya agar tidak terlalu membanggakan harta benda dan kekayaannya, sebab Allah tidak menyukainya, Qarun tetap tidak menggubrisnya. (Tafsir ath-Thabari, h. 623).
Tak hanya itu, ketika turun perintah zakat, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Nabi Musa kala itu pergi menemui Qarun dan memerintahnya mengeluarkan zakat. Setelah Qarun menimbang, ternyata jumlah zakatnya lumayan besar. Sifat bakhilnya pun menghalangi hatinya untuk mengeluarkan zakat. Karena menurut Qarun, limpahnya harta kekayaan ialah sebab hasil kerja keras dan usahanya sendiri, tidak ada kaitan dengan siapa pun, termasuk dengan Allah.
Ia tidak mengindahkan nasehat dan peringatan Nabi Musa untuk berzakat. Dalam Tafsir Ruh al-Bayan (Juz 6, h. 435), diterangkan bahwa bukan hanya itu, Qarun juga menghasut saudagar-saudagar lainnya supaya tidak membayar zakat. Bahkan dia merencanakan untuk menghancurkan citra Nabi Musa. Dia membayar seorang wanita penghibur untuk untuk menuduh Nabi Musa telah melakukan hal yang tak senonoh. Mendengar hal itu, Nabi Musa sangat sedih dan terpukul, beliau lalu shalat dua rakaat dan meluruskan segala tuduhan termasuk mengingatkan si perempuan.
Kedurhakaan Qarun mencapai puncaknya, akibat dari perbuatan aniaya itu, Allah lalu membinasakan Qarun beserta seluruh harta bendanya. Terekam dalam Al-Qur’an, “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (diri).” (QS. Al-Qashash [28]: 81)
Mengambil Pelajaran dari Kisah Qarun
Kisah Qarun yang terekam dalam Al-Qur’an mengajarkan pentingnya memiliki integritas diri yang baik. Orang yang berintegritas ialah mereka yang ketika mendapat ujian akan bersabar dan berlapang dada, sedang ketika menerima kebahagiaan membuatnya semakin bersyukur. Di lain sisi kisah ini terdapat akibat yang ditimbulkan dari adanya perangai buruk yang sejatinya merugikan dirinya sendiri. Internalisasi nilai integritas dapat dilakukan dengan mengidentifikasi nilai-nilai karakter dari tokoh Qarun.
Sebagaimana Qarun yang pada mulanya meminta didoakan nabi Musa agar menjadi kaya raya dengan tujuan dirinya untuk lebih taat beribadah dan membantu sesama. Nyatanya, lambat laun Qarun melupakan tujuan tersebut, dengan kekayaanya ia malah berlaku sombong, merasa paling baik, hingga ingkar dari perintah Allah hingga akhirnya Allah menenggelamkan dirinya beserta harta bendanya ke dasar bumi.
Setiap orang pastinya mendambakan kekayaan harta atau minimal segala kebutuhannya dapat tercukupi. Namun kadang kala tidak semua bisa merasakan itu. Ada banyak orang yang mengeluh karena rezekinya selalu terhambat, padahal ia sudah bekerja keras, beramal, dan berdoa untuk mendapatkan rezeki. Kendati demikian sebenarnya ia harus intropeksi diri, bahwa apapun yang menjadi ketetapan Allah adalah yang terbaik bagi hamba-Nya (QS al-Baqarah [2]:216).
Bisa jadi, jika dirinya diberikan kelapangan materi malah sibuk dan meninggalkan dari menaati perintah Allah. Maka dari itu, sudah seharusnya seorang hamba menerima dengan lapang hati apa yang sudah menjadi kehendak Allah dan yang terpenting disamping ia berikhtiar juga selalu bersyukur dalam setiap keadaan, sebab dikatakan orang bijak bahwa rasa syukur adalah kekayaan yang sesungguhnya.
Dan bagi mereka yang telah dikaruniakan Allah dengan kekayaan yang berlimpah harus dipergunakan di jalan Allah dalam wujud kepatuhan pada-Nya. Dengan menjalankan syariat agama dan bersikap tawadhu kepada yang lain tanpa mengunggulkan dirinya atau merasa lebih dari yang lain, sebab semua yang ada di dunia adalah karunia dari Allah dan sikap sombong hanya akan mendatangkan murkaNya.
Penting juga bagi seseorang untuk lebih peduli kepada lingkungan sekitarnya. Sebagaimana Allah telah mengasihi dan berbuat baik kepadanya, maka ia harus menebarkan kebaikan itu kepada makhluk-Nya, seperti misalnya dengan membantu orang-orang yang kurang beruntung dan sebagainya. Karena setiap harta yang dititipkan oleh Allah pada seorang hamba, terdapat hak-hak orang lain di dalamnya. Wallahu A’lam. (IM)
Leave a Reply