,

KDRT, Pilihan Hukum dan Advokasi; Pilihan Hukum Perdata, Masukan Gugatan Cerai untuk Lesti (Bagian III)

/
/


Menarik adalah bahwa hujatan yang masif dan cenderung abusive secara fisik terhadap Lesti dipicu oleh kecenderungan Lesti yang untuk tetap berada dalam pernikahan dengan Billar. Menawarkan alasan dan argumen kecintaan mereka terhadap Lesti, publik menyayangkan sikap Lesti yang nampak akan mempertahankan rumah tangganya dengan Billar.

Kemungkinan Lesti tidak akan mengambil pilihan hukum perdata ini memperburuk hujatan tersebut. Para pakar menjelaskan alasan mengapa merek tidak mendukung sikap Lesti ini. Membagikan pemahaman konsep KDRT dan kecenderungan tidak mudahnya pelaku kekekerasan untuk bisa sembuh dari sikapnya itu dan kecenderungan korban yang jika masih mempertahankan rumah tangganya akan sulit keluar dari lingkaran dan cengkraman kekerasan, para pakar mengarahkan Lesti untuk mengambil sikap keluar dari pernikahannya.

Sikap dan masukan para pakar dan para pihak masyarakat yang masih cenderung lunak dalam kritikannya memang layak diperhatikan oleh Lesti. Dalam kasus secara umum saja, sikap ini memang sikap yang sangat relevan. Jika pilihan pidana sulit diambil, pilihan perdata memang sangat perlu dipertimbangkan. Terlebih jika ini dibawa ke kasus Lesti.

Lagi-lagi sampai pada titik ini, advokat harus membangun penalaran seluruh pihak termasuk keluarga dan Lesti sendiri akan pentingnya perubahan sikap yang membawa kebaikan atau perubahan positif bagi Lesti, sebagai korban. Artinya, advokat perlu memberikan pemahanam mengenai beberapa aspek kaitannya dengan rumah tangga Lesti.

Pernikahan Lesti baru seumur jagung. Dalam pernikahan yang masih seumur jagung ini, ia telah menerima kekerasan. Terlebih, jika ini benar, isu perselingkuhan mewarnai dan bahkan menjadi pemicunya. Perselingkuhan yang menjadi pemicu terlebih lagi perselingkuhan yang dilakukan oleh pelaku, suami. Selain itu, Lesti merupakan seorang artis terkenal dan mapan secara ekonomi.

Semua ini sebenarnya menjadi alasan kuat baginya untuk keluar dari pernikahan yang sudah cacat karena kekerasan yang dilakukan suami. Secara ekonomi, Lesti kuat dan secara dukungan keluarga dan rekan kerja ia tidak kekurangan. Lebih penting lagi, fakta bahwa Lesti sudah membawa isu ini ke ranah dan pilihan pidana dan telah bahkan membawa suami ditetapkan menjadi tersangka dengan ditandai pemakaian baju khusus berwarna orange dihawatirkan membawa petaka lebih serius.

Disinyalir bahwa pelaku suami bisa (mungkin) melakukan tindakan kekerasan lebih buruk ketika sebuah perselisihan atau keributan yang bersumber dari apapun muncul dalam pernikahan yang dipertahankan ini. Anak dan pemikiran bahwa anak memerlukan sosok ayah tidaklah relevan untuk dijadikan alasan mempertahakan rumahtangganya. Ribuan perempuan mampu mengasuh dan mendidik anak-anak mereka dengan baik setelah perceraian yang diakibatkan oleh bermacam keadaan buruk dalam rumah tangga termasuk oleh kekerasan fisik oleh suami.

Pertanyaannya, apakah advokasi telah dengan baik dan relevan dilakukan untuk memberikan kebaikan selanjutnya pada Lesti setelah ia mencabut gugatan? Melihat bahwa Lesti mempertahankan rumah tangganya, saya menduga bahwa advokasi mungkin belum mengarah pada itu point-point pemikiran di atas.

Pilihan Lesti untuk bertahan dalam rumah tangganya dengan Billar memang merupakan pilihan yang sulit diterima masyarakat. Namun, pilihan itu tetap merupakan hak Lesti yang berkelindan dengan cara kerja para pihak yang mengitarinya, terutama advokat. Lesti dan para pihak tersebut mungkin memahami sangat baik kakakter sesungguhnya Billar dan mereka mungkin mempunyai pemikiran dan telah dengan matang melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak keluarga bahwa keluarga bersepakat untuk terus mendampingi pernikahan Lesti-Billar, yang sebagaimana kita menyimaknya, diperkuat oleh perjanjian. Juga mungkin, bahwa jika kekerasan terulang Lesti akan mempunyai kekuatan untuk melaporkannya pada keluarga dan sikap hukum pengajuan perceraian akan dilayangkan.

Dengan kata lain juga, pilihan mempertahankan rumah tangga ini seberapapun mengecewakan publik dan seberapapun dianggap berpotensi pada ketidakbaikan Lesti tidak semestinya menuai hujatan masif dan sadis yang terlebih menyerempet pada hinaan secara fisik. Selain itu, reaksi dan keputusan (atau mungkin rencana) pemboikotan pada Lesti (bukan hanya pada Billar) oleh Stasiun TV berdasarkan Komisi Penyiaran Indonesia bisa menunjukan ketidak-piawaian kita dalam memahami advokasi dan dalam memaknai keadilan secara hakiki.

Wassalam, 18 Oktober 2022



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *