,

Hijrah Digital dan Maraknya Praktik Ta’aruf Online

/
/


Fenomena hijrah digital atau bisa disebut juga dengan hijrah online sedang menjamur di kalangan anak muda saat ini. Gerakan ini mengajak untuk melakukan “taubat” via online secara massif. Banyaknya pengguna media sosial yang mayoritas kalangan remaja membuat para pendakwah berinisiatif untuk menyampaikan materi-materi dakwahnya melalui media sosial. Dakwah melalui media sosial pada dasarnya sah-sah saja, terlebih cara ini dinilai efektif untuk menyuarakan hijrah digital.

Maraknya akun hijrah di instagram, termasuk gerakan Indonesia tanpa pacaran pun mulai menjamur. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya akun yang ada, mulai dari @indonesiabertauhid @berani.hijrah dan akun-akun serupa lainnya. Konten-konten yang ditayangkan dikemas secara kekinian sehingga berhasil menarik perhatian para remaja. Selain ajakan hijrah, hijrah di era digital juga memantik gerakan #IndonesiaTanpaPacaran. Sebuah gerakan yang berisi ajakan untuk tidak pacaran namun dengan sadar mengenalkan kepada remaja dengan istilah yang lebih islami, ta’aruf. Karena medianya adalah digital, maka menjadi logis jika dalam praktiknya kita mengenal istilah ta’aruf berbasis online.

Gerakan hijrah di era digital dan taaruf berbasis online semakin menemukan momentumnya beberapa tahun belakangan ini terutama di kota-kota besar. Salah satu wadah buat para remaja yang ingin menjalani ta’aruf adalah Rumah Ta’aruf, yang diinisiasi oleh Tri Wahyu Nugroho. Pria 34 tahun tersebut membuat situs rumahtaaruf.com sejak 2014.  Jumlah pengikut (followers) di akun instagramnya tembus sebanyak 7.000. Nugroho mengklaim bahwa ia telah memediasi lebih dari 330.000 orang dalam proses taaruf berbasis online ini. Apa yang dilakukan Rumah Taaruf jika kita lihat sisi praktisnya sebenarnya hanyalah sebagai biro jodoh. Yang menarik adalah Nugroho tidak mematok batas usia pengikutnya agar bisa ikut bergabung. Ketika ia ditanya soal pernikahan anak, ia hanya berkata singkat, “Kami tetap concern ke UU Perkawinan”.

Bibit gerakan menolak pacaran dan mendukung untuk nikah muda lewat proses taaruf sebenarnya sudah lama ada di Indonesia. Hal ini paling tidak ditandai dengan masuknya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) lewat kelompok Rohani Islam (Rohis) di masjid-masjid sekolah. Gerakan nikah muda melalui ta’aruf online ini menurut penulis cenderung menyederhanakan masalah sosial yang ada di masyarakat, apalagi dengan memakai slogan-slogan menarik yang banyak mempengaruhi kaum muda dengan menawarkan solusi menikah. Padahal jika melihat permasalah yang lebih kompleks kasus pernikahan anak, kemiskinan, dan perceraian di Indonesia masih tergolong tinggi.

Ta’aruf berbasis online sampai saat ini banyak menuai perdebatan dalam ruang diskusi publik. Bila ta’aruf online ini tidak sesuai dengan nilai substansial yang terkandung dalam konsep ta’aruh itu sendiri, tentu gerakan ini dapat menjadi salah satu sarana yang bisa saja justru membuka ruang-ruang privasi para penggunanya. Bukan tidak mungkin, gerakan ini juga dapat memantik meningkatnya angka pernikahan di bawah umur. Berkaitan dengan fenomena ini, Elma Adisya, seorang jurnalis yang juga menulis di Magdalene, mengatakan bahwa tren taaruf tak bisa lepas dari fenomena pasangan selebriti muda yang mempromosikan tentang hijrah dan nikah muda. Pada titik ini maka semakin tinggi angka pernikahan di bawah umur seiring dengan meningkatnya pemahaman keagamaan yang konservatif di Indonesia.

Bagi beberapa pihak yang pro terhadap gerakan taaruf online menegaskan bahwa gerakan tersebut bukan sekedar tren hijrah di era digital. Bagi mereka, jika ta’aruf merupakan sebuah tren semata, maka ta’aruf online pasti tidak banyak diminati. Gerakan ini menjadi bukti bahwa semakin maraknya media yang menyediakan jasa ta’aruf online tentu sebagai bentuk perubahan komunikasi sosial sekaligus untuk menyesuaikan praktek ta’aruf dengan perkembangan teknologi di era digital ini.

Sebaliknya bagi kalangan yang kontra, mereka memandang bahwa fenomena gerakan ta’aruf online sebagai tren yang negatif. Hal ini terjadi karena pemberitaan terkait taaruf di kalangan public figure terekspos ke tengah masyarakat dan mendorong sejumlah remaja untuk melakukan proses ta’aruf tanpa diimbangi dengan pengetahuan keagamaan yang memadai tentang apa dan bagaimana sejatinya ta’aruh itu.

Secara praktis, taaruf online justru membuka ruang komunikasi yang pada dasarnya sama seperti pacaran namun dengan pola yang berbeda. Jika kedua peserta berminat satu sama lain berada di kota yang jauh dari administrator/pendamping dari situs taaruf online, maka kedua calon pasangan ini bisa saja dengan bebas bertemu kapan dan di mana saja. Di sini, gerakan ta’aruf online kehilangan kesadaran sosialnya, dikarenakan tidak ada pendamping resmi yang membantu mengarahkan bagaimana idealnya praktik ta’aruf itu dilaksanakan.

Hilangnya kesadaran dan kontrol sosial terhadap praktik taaruf online dapat menimbulkan banyak kecurigaan yang akan semakin sulit untuk diantisipasi. Misalnya, tidak ada yang bisa menjamin bahwa pasangan yang terlibat telah memenuhi kriteria untuk menikah. Jika ternyata pasangan tersebut masih di bawah umur maka hal ini akan semakin menambah laju angka pernikahan dini di Indonesia.

Maraknya gerakan ta’aruf online saat ini menimbulkan stereotip negatif lain karena public figure yang acapkali mengkampanyekan nikah muda dan memulai hubungan dari ta’aruf tidak jarang justru berakhir dengan perceraian. Selain itu dampak dari nikah muda itu sendiri dapat membunuh hak-hak dari seorang anak yang tertuang pada Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Bab 1 Pasal 1 (1) yang menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka wanita yang berusia 16 tahun masih  dikategorikan sebagai anak yang berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi di mana hak-hak tersebut tidak mendapatkan jaminan untuk terpenuhi melalui ikatan perkawinan.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *