Kekeyi Rahma Cantika Wulandari. Seseorang yang terkenal karena sensasinya di dunia entertain. Semua orang tau, awal Kekeyi menjadi idola banyak orang adalah ketika video make upnya yang viral karena menggunakan balon sebagai pengganti beauty blend. Video tersebut viral dan mampu mencuri perhatian publik, terutama setelah ia diundang secara khusus oleh MUA terkenal, Tasya Farasya, juga oleh Nagita Slavina.
Namun, namanya siklus kehidupan, ada saatnya di atas, ada saatnya di bawah. Komentar-komentar warganet yang semula bernada empati, simpati, dan sanjungan, kini berbalik arah menjadi hujatan (tidak semuanya, tapi terhitung banyak). Berita tentang Kekeyi selalu saja menimbulkan sensasi (atau bahkan kontroversi di antara haters dan pengagumnya).
Satu lagi, hal yang sedang menarik untuk dibahas adalah lagu Kekeyi yang berjudul “Keke Bukan Boneka”. Lagu tersebut rilis pada hari Jumat, 29 Mei 2020. Hebatnya adalah, video yang baru diunggah sehari tersebut langsung menempati trending nomor 1 di YouTube. Lagu tersebut menggeser posisi Lady Gaga dan Blackpink di urutan setelahnya.
Saya adalah yang termasuk menyumbang view kepada video tersebut. Detik-detik awal saya menonton videonya, saya merinding. Entah karena konsep video yang dibangun oleh tim creatornya, atau mungkin juga karena suara merdu vokalisnya. Entahlah, saya benar-benar tidak tahu mengapa saya semerinding itu. Tapi ternyata saya tidak sendirian, karena banyak pula teman-teman saya yang merasa speechless ketika menonton video trending tersebut. Bahkan untuk menulis ulasan ini pun sebenarnya saya merasa complicated.
Apa yang membuat saya menjadi complicated?. Ada dua hal. Pertama, konsep MV (Music Video). Kedua, penyanyi atau tokoh utama dalam video. Oke, saya bahas satu per satu.
Pertama, konsep video yang membuat saya menelan ludah (mungkin karena saya bukan conten creator, jadi saya cukup awam dengan bangunan konsep semacam video tersebut). Jiwa (bukan) musisi seperti saya jelas bertanya-tanya, tapi pertanyaannya pun tidak jelas. Bahkan untuk menuangkan apa yang ada di pikiran saya pun rasanya tidak bisa. Coba kalian lihat saja sendiri videonya, biar bisa merasakan apa yang saya rasakan. Judulnya “Keke Bukan Boneka”, diunggah di akun YouTube “Rahmawati Kekeyi Putri Cantikka”.
Kedua, Kekeyi adalah perempuan. Oke, lalu apa masalahnya?. Dalam hal ini, video menjadi menarik karena tokoh utamanya adalah seorang perempuan “yang menarik” (walaupun sebenarnya ada pemain laki-laki sebagai penari latarnya, sih). Oke, kenapa sih perempuan selalu menjadi objek menarik untuk “dijual”?. Mungkin kalau yang nyanyi si Rio, ngga bakal tembus trending di urutan pertama, menggeser Lady Gaga, K-Pop, dan sejenisnya (maaf, saya tidak tahu nama-namanya).
Tapi, mohon maaf, untuk judul lagu Keke Bukan Boneka tersebut malah membuat saya berpikir justru Kekeyi ini adalah boneka. Lucu gitu, menggemaskan, pengin nyubit, pengin nguyel-uyel.
Saya tahu, lagu “Keke Bukan Boneka” dan “Aku Bukan Boneka” (karya Novi Umar yang dinyanyikan oleh Rini Idol) adalah untuk menyampaikan pesan bahwa aku (sebagai perempuan) tidak bisa dianggap sebagai boneka atau robot yang mau menuruti segala keinginan laki-lakinya. Oke, kembali ke video trending yang sedang kita dibahas.
Saya kira, ada kaitan yang erat antara perempuan dan komoditas media. Segala berita, video, pamflet, spanduk yang dibintangi oleh perempuan akan memberikan nilai jual yang tinggi. Figur perempuan yang selalu digambarkan dengan sifat-sifat lahiriah seperti cantik, lemah lembut, indah, gemulai, lekuk tubuh yang sedap dipandang, dan sebagainya. Termasuk seorang perempuan, adalah Kekeyi.
Kekeyi adalah seorang perempuan yang didandani seperti boneka selucu mungkin oleh tukang riasnya. Selain itu, dia juga menggendong sebuah boneka bayi dalam videonya. Video dengan penari latar seorang perempuan (selain Kekeyi) dan empat orang laki-laki tersebut benar saja menjadi sorotan publik. Bukan karena jumlah penari latarnya, tapi karena “pemeran utamanya”.
“Menjual” di sini bisa berarti macam-macam ya. Ingat kasus Vanessa Angel (VA) yang di-up habis-habisan oleh media? Berita tentang VA saat itu menjadi topik hangat sekaligus menjadi angin segar bagi media untuk meraup pundi-pundi uang. Bukan atas karya VA, tapi karena hujatan yang timpakan kepada VA.
Begitu pun dengan Kekeyi sekarang. 140.000 komentar yang masuk di hari pertama dalam unggahan video terbaru di akun YouTube-nya tersebut, mayoritas berisi hujatan. Bagaimana pun, video tersebut tetap dibanjiri penonton. Ya mungkin, menonton videonya adalah salah satu bentuk apresiasi netizen terhadap karyanya.
Bahkan, ada salah satu rekan saya yang sempat memberikan reaksi terhadap video tersebut, “Apa kita perlu belajar ketahanan mental dari Kekeyi biar ngga insecure?”. Ide bagus, saya kira. Tapi tidak bagus juga. Bagaimana menurut kalian?
Leave a Reply