Neswa.id-Dalam kitab Nashoihul Ibad (Hlm. 72) (kitab yang mensyarahi kitab Al- Munabbahat Alal Isti’dadi Liyaumil Ma’aad karya Syaikh Sihabuddin Ibnu Hajar al-Asqolani), Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi mengutip maqalah dari imam Hasan al-Bashri, dijelaskan, terdapat enam penyebab yang bisa merusak hati. Adapun kutipan maqalahnya yaitu:
والمقالة الثانية عشرة : (عن الحسن البصري أنه قال: إن فساد القلوب عن ستة أشياء, أولها: يذنبون برجاء التوبة, ويعلمون العلم ولايعلمون, واذا عملوا لايخلصون, ويأكلون رزق الله ولايشكرون, وما يرضون بقسمة الله, ويدفنون موتاهم ولايعتبرون).
Dan maqalah yang kedua belas, Imam Hasan al-Basri berkata:” Sesungguhnya rusaknya hati karena enam perkara; mereka berbuat dosa dengan berharap taubat, belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya, beramal namun tidak ikhlas, mengkonsumsi rezeki dari Allah dan tidak bersyukur, tidak rida akan pembagian Allah, menguburkan orang mati tetapi tidak mengambil pelajaran.”
Petuah dari Imam Hasan al-Bashri ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga hati dari sifat-sifat tercela dan dosa. Karena jika hati kita baik, niscaya Allah akan menilai kita golongan orang-orang baik. Dan untuk memiliki hati yang suci, pastinya kita perlu memeliharanya dari perbuatan-perbuatan yang bisa menodai hati. Terkait keenam perkara yang merusak hati sebagai berikut:
Pertama, berbuat dosa dengan berharap taubat. Terkadang kita terjebak dengan angan-angan, semisal saat kita khilaf atau alpa, muncul lintasan di pikiran bahwa akan ada waktu untuk bertaubat dan lagi Allah Maha Pengampun. Akhirnya pikiran tersebut memotivasi bahwa ada kesempatan esok untuk berbenah diri. Memang benar, Allah Maha memaafkan akan kesalahan hamba-Nya. Akan tetapi, hal itu jangan membuat kita lengah, dimana kematian adalah perkara gaib yang tidak satupun dari kita yang tahu. Maka penting kiranya kita berlomba dalam melakukan kebaikan, sambil diiringi bertaubat kepada Allah Swt atas kekhilafan yang telah dilakukan.
Kedua, belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Lantas, apa gunanya mempunyai ilmu kalau tidak diamalkan? Kita selaku umat Islam mengetahui bersama bahwa hukum mencari ilmu dan mengamalkannya adalah keharusan, sesuai dengan bunyi hadis Nabi dalam kitab Sahih Bukhari, artinya, “Dari Abdullah bin Umar Ra bahwa nabi Muhammad Saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”. Dari isi hadis ini menunjukkan bahwa kita dituntut untuk menyampaikan ilmu meskipun hanya satu ayat.
Ketiga, beramal namun tidak ikhlas. Betapa banyak amal yang sia-sia karena tidak disertai dengan keikhlasan. Lalu apa ikhlas itu? Imam al-Qusyairi menyampaikan bahwa ikhlas adalah seseorang yang berlaku taat semata-mata ingin mendekatkan diri kepada Allah, bukan karena sesuatu yang lain berupa berpura-pura karena makhluk, ingin dipuji, atau makna-makna yang tidak murni untuk mendekat kepada Allah. Jadi, alangkah indah dan berlimpah manfaat jika semua yang kita lakukan murni hanya karena Allah.
Keempat, mengonsumsi rezeki dari Allah dan tidak bersyukur. Kita percaya bahwa Allah yang menganugerahkan rezeki untuk kita. Dari sini, belum cukup jika tidak disertai dengan syukur kepada Allah. Apalagi bersyukur diperintahkan sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, artinya “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya” (QS. an-Nahl ayat 114).
Kelima, tidak rida akan pembagian Allah. Dikisahkan bahwa Rabi’ah al-Adawiyah ditanya, kapan hamba dikatakan rida? Lalu Rabi’ah menjawab, “Apabila seseorang ditimpa musibah senang sebagaimana ia senang mendapatkan kenikmatan”. Dari sini kita bisa menandai, bahwa bila hati kita bahagia atas pembagian dari Allah, berarti kita termasuk orang yang rida pada apapun yang diberikan oleh Allah.
Keenam, menguburkan orang mati tapi tidak mengambil pelajaran. Dalam kitab Sunan Ibnu Majah, Nabi bersabda, “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan yakni kematian”. Jadi kita diperintahkan untuk banyak merenung, dari situ kita akan senantiasa ingat bahwa hidup di dunia benar-benar sementara, dan kita akan semakin fokus beramal baik sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.
Akhirnya, dari enam nasehat dari Imam Hasan al-Bashri di atas, dapat disimpulkan bahwa sejatinya penyebab rusaknya hati yaitu perbuatan dosa, tidak mengamalkan ilmu, tidak ikhlas, enggan bersyukur, tidak rida, dan tidak mengambil pelajaran dari kematian seseorang.
Harapannya, semoga iman kita bertambah kuat kemudian berupaya menerapkan nasehat imam dengan cara mengamalkan ilmu yang kita punya, beramal tanpa riya’ atau disanjung manusia, ikhlas dan sabar atas ketentuan dari Allah Swt, dan senantiasa menjadikan kematian sebagai pengingat kita. Wallahu ‘A’lam Bisshawab. (IM)
Leave a Reply