Dunia Mental yang Beragam

/
/


Temple Grandin adalah seorang dosen ilmu hewan dan konsultan peternakan. Dia  telah menulis lebih dari 60 artikel jurnal ilmiah mengenai perilaku hewan. Dia juga gigih menyerukan perlakuan manusiawi terhadap hewan ternak. Pada tahun 2010, Grandin masuk dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi Time 100. Perempuan kurus ini selalu mengatakan bahwa dia tidak bisa mencapai semua itu kalau dia tidak autistik. Iya, Temple Grandin sejak kecil sudah tampak berbeda dan akhirnya didiagnosis mengidap autisme. Kisah hidupnya didokumentasikan dalam film yang dijuduli sesuai namanya. Menontonnya, Anda akan dibukakan mata mengenai betapa berbedanya proses mental yang terjadi dalam diri seorang autistik. Hasilnya, dunia yang dicerap pun berbeda dengan yang dicerap orang normal Sebagaimana kebanyakan mereka yang berada dalam spektrum autisme, Grandin dianugerahi kemampuan visual luar biasa. Dengan kemampuan ini, setiap kali hendak merancang suatu alat, dia bisa mengujinya dulu di kepala. Tidak perlu program komputer atau aplikasi simulasi.

Selain itu, ada Greta Thunberg si aktivis lingkungan yang masih berusia belasan. Dia juga autistik. Greta pernah berkata, autisme adalah kekuatan super baginya. Sudah tak terbilang orang yang mencerca dan menyinyiri Greta. Namun barangkali berkat autismenyalah dia mampu bergeming dalam protesnya, dalam keyakinannya mengenai masalah paling mendesak saat ini, masalah lingkungan. Cercaan orang tak semenyakitkan itu baginya dibanding bagi orang normal. Greta tak takut pada penilaian orang. Kegigihannya ini yang akhirnya menggerakkan orang-orang dewasa di sekelilingnya.

Banyak tokoh kreatif seperti Beethoven, Ernest Hemingway, dan Van Gogh yang juga diduga mengidap gangguan mental semacam bipolar atau depresi. John Nash ahli matematika peraih nobel ekonomi adalah seorang penderita skizofrenia. Begitu pula Newton. Sebagian ahli mengaitkan karya kreatif para tokoh tersebut dengan kondisi mental mereka. Psikosis dan kreativitas memang punya beberapa ciri yang sama seperti kecenderungan berpikir tidak biasa, kelebatan ide dan pikiran yang cepat serta persepsi yang lebih tajam terhadap stimulus sekitar.

Meski tentu saja banyak faktor lain yang membuat para tokoh di atas mencapai apa yang telah mereka capai, sulit untuk menyangkal bahwa kondisi mental yang berbeda turut berperan di sana. Berkat kemampuan mereka melihat dan memaknai dunia secara berbeda, wawasan kita sebagai umat manusia pun bertambah kaya.

Sebagaimana keragaman mikroba di usus sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh kita, ada manfaat besar dari keragaman kondisi mental manusia di bumi ini. Jadi tak perlulah memaksa semua manusia menjadi seragam. Sudah saatnya kita lebih mengapresiasi keragaman kondisi mental manusia. Terima saja mereka apa adanya dan beri dukungan untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka.

Tulisan ini dipersembahkan untuk hari kesehatan mental sedunia 10 Oktober. Telat sih..tapi ya daripada tidak sama sekali..

<a href=”http://www.freepik.com”>Designed by Freepik</a>


Rika Iffati Farihah Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *