Ukuran masa haid seorang wanita dapat ditentukan oleh ritme kebiasaan setiap bulannya. Darah haid yakni darah yang keluar dari rahim pada waktu tertentu yang tidak disebabkan oleh penyakit maupun proses persalinan. Secara fisik darah ini berwarna merah kehitaman, kental dan memiliki bau yang tidak sedap atau amis. Namun ada kalanya darah haid berwarna kuning, coklat, merah muda, bahkan hitam.
Lalu bagaimana bisa membedakannya?
Jika secara fisik tidak terdeteksi dengan jelas, maka bisa diketahui dengan masa keluarnya darah haid. Pada umumnya masa haid adalah 7 sampai 10 hari, paling sedikit yakni sehari semalam dan paling lama adalah 15 hari. Jika melebihi 15 hari maka bisa dikatakan sebagai darah istihadloh (darah yang keluar karena penyakit tertentu).
Apabila seorang wanita telah mengalami masa haid sebanyak 7 hari, kemudian bersuci dan melaksanakan sholat dan puasa namun di hari ke-4 masa sucinya ia mengalami bercak coklat bisa dipastikan itu adalah sisa dari darah haid. Dan wajib baginya larangan sholat dan puasa sebagaimana orang yang sedang haid.
Hal ini terkait pendapat ulama Asy-Syafi’iyyah yang juga menjelaskan bahwa masa suci seorang wanita dari satu haid ke masa haid selanjutnya adalah minimal 15 hari. Untuk mendeteksi apakah telah selesai masa haid dapat dinyatakan dengan keluarnya lendir putih dari jalan rahim, atau dengan cara mengecek ke dalam vagina dengan menggunakan kapas. Sebagaimana Sayyidah Aisyah R.A berkata kepada para wanita yang datang kepada beliau tentang masalah ini:
لَا تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ الْقَصَّةَ الْبَيْضَاءَ
“Janganlah kalian terburu-buru (bersuci) sampai melihat gumpalan putih” (Bidayatul Mujtahid, hal 41).
Lantas bagaimana dengan sholat dan puasanya selama 4 hari di masa sucinya?
Dalam kitab al-Majmu’ Syarh Muhadzab disebutkan bahwa ada dua pendapat mengenai hal ini; qaul talfiq yakni jika darah berhenti dan telah bersuci dalam hitungan 15 hari masa haid dikatakan tetap suci. Sedangkan pendapat kedua qaul sahbi yakni masa suci yang masuk dalam hitungan 15 hari masa haid dihukumi masih dalam masa haid.
Jadi apabila mengacu pada pendapat pertama 4 hari masa suci wanita tersebut dihukumi sebagai masa suci dan puasanya sah serta tidak ada kewajiban meng qadha’. Sedangkan pada pendapat kedua 4 hari masa suci wanita ini masih tergolong pada masa haid, hanya darah yang keluar terputus maka wajib baginya meng qadha’ puasa termasuk atas 4 hari suci tersebut. Dan mayoritas ulama yang menggunakan pendapat kedua adalah Imam Syafi’I, Imam Abu Hanifah, as-Sarakhsyi, Abu Hamid, ar-Ruyani dan ar-Rafi’i.
Wallahu a’lam
Leave a Reply