“Selamat petang ayah bunda, mengingatkan kembali bahwa ananda besok pagi akan melangsungkan pembelajaran melalui media Zoom ya…” begitu pesan singkat di Grup Whatsapp wali murid menjelang petang.
Luar biasa! dampak pandemi memang tidak sepele, bukan hanya urusan makro yang mengancam negara dan dunia, tapi juga menyusup lalu menyergap urusan mikro; rumah tangga, keluarga, sampai pribadi. Sebelum pandemi, melakukan aktifitas bagi sebagian besar orang sudah teramat berat, khususnya bagi suami-istri yang sama-sama bekerja, entah mereka yang hanya duduk manis dalam ruangan ber-AC maupun mereka yang berpeluh keringat dibawah terik panas dan basahnya hujan.
Dengan harapan dapat menjadi pribadi yang manfaat, berguna, dan membahagiakan sekitarnya. Ditambah dengan bekal keyakinan bahwa selama mereka pergi bekerja, anak-anak menikmati proses pembelajaran di sekolah dengan baik, bersama guru dan teman-teman mereka. Kemudian saat petang menjelang, setidaknya seluruh anggota keluarga bisa berkumpul bersama untuk makan malam atau sekedar bercengkrama dan bersenda gurau depan layar kaca. Iya, itu dulu, sebelum pandemi Covid-19 menyapa.
Menjalankan peran apapun saat kondisi pandemi tentu tak mudah; baik sebagai anak, orangtua, pekerja, atau apa saja. Bila sebelumnya seringkali keterbatasan gerak karena faktor kesempatan, kemampuan, bahkan kemauan yang tidak maksimal, maka kini bertambah menjadi lebih berat seperti yang dialami oleh para orangtua karena beban tanggung jawab ganda mendampingi proses pembelajaran anak-anak selama dirumah. Ada yang berbeda dari proses pendampingan belajar anak tahun-tahun lalu dengan sekarang, karena peran mereka bukan hanya sebagai pendamping atau pembimbing, tapi juga disaat yang sama menjadi guru sekaligus siswa.
Karena pembelajaran semasa pandemi ini masih total dilakukan secara virtual, sudah pasti media online seperti; Zoom, Google Meet, Whatsapp, hingga Channel Youtube adalah ruang kelasnya. Bagi anak-anak yang sudah mengerti dan piawai dengan gawai hal ini tak lagi menjadi masalah, namun bagi anak-anak yang masih duduk di bangku PAUD, TK, dan SD pastinya menjadi PR besar bagi orangtua.
Bagaimana tidak, orangtua harus menyiapkan mulai perangkat untuk online seperti gawai dan laptop, headset, hingga buku-buku atau peralatan eksperimen seperti; kertas, gunting, lem, terkadang ember, air sampai sedotan, dan sejenisnya. Tidak berhenti sampai disini, bagi ayah maupun bunda masih harus menemani belajar, tepatnya belajar bersama, sampai jam pelajaran berakhir.
Bagi orangtua yang memiliki anak usia Sekolah Dasar, selama proses pembelajaran daring akan diajak untuk kembali mengerjakan soal matematika, mencari jawaban dari teks berbahasa Jawa, melakukan eksperimen sains, menjadi kameramen sekaligus editor video untuk tugas-tugas yang harus di unggah ke media sosial. Tak jarang orangtua juga mengalami kesulitan bahkan terkadang anak mereka lebih mahir menjawab dan berakhir dengan kalimat “Ibu, masa gitu aja ngga tau..”.
Berbeda cerita dengan siswa PAUD dan TK yang melakukan pembelajaran jarak jauh, aktifitas ‘bermain’ di sekolah kini berpindah kerumah. Sehingga ayah bunda bukan hanya mendampingi, tetapi juga menyiapkan alat dan bahan hingga mempraktekkan bersama ananda sesuai dengan petunjuk dari guru.
Seperti mewarnai, belajar menulis dan membaca, bermain puzzle, hingga aktifitas motorik lainnya seperti senam, berjinjit, berjalan di atas tali, dan lain-lain. Menyenangkan memang, jika ananda dapat disiplin dan memiliki mood yang baik. Bagi sebagian anak, terkadang membutuhkan ekstra kerja keras orangtua meskipun hanya membujuk untuk mau nge-Zoom atau Video-call.
Bisa dibayangkan bagaimana sikap ayah-bunda saat Video-call tiba-tiba ananda berlari menghindar, ngambek, atau marah. Maka ayah-bunda harus mengakhiri percakapan dengan guru, mengejar anak atau kembali menenangkannya. Sungguh tidak ringan bukan? Apalagi jika harus ‘sekolah bersama’ lebih dari satu anak dalam waktu yang bersamaan.
Repotnya lagi, jika hal ini dialami oleh orangtua yang sama-sama bekerja dan menuntut mereka keluar rumah. Apa yang terjadi dengan proses belajar anak mereka? Maka tidak jarang beberapa siswa terlambat mengumpulkan tugas atau sekedar membaca materi karena mereka harus menunggu gawai sampai di rumah bergantian dengan orangtua. Dan masih banyak lagi balada seru dan menghebohkan ayah-bunda saat mereka harus ‘bersekolah kembali’ di masa pandemi ini.
Begitulah menghadapi masa sulit saat pandemi memang membutuhkan fikiran dan sikap yang bijak, keluhan atau amarah pasti bukanlah solusi, karena anak tetap harus belajar dan tugas harus diselesaikan, begitu pula dengan pekerjaan.
Maka mengkompromikan tugas dan peran keduanya adalah jalan keluar sementara, setidaknya selama pandemi. Membuka hati untuk beradaptasi dan berdamai dengan kondisi. Alih-alih menunggu kapan pandemi akan berakhir, lebih arif jika mengatur ulang waktu dan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan secara terstruktur rapi. Karena ketika ter-schedule dengan baik maka harapannya semua aktifitas dapat berjalan maksimal, setidaknya dapat mengurangi overlapping jadwal ayah-bunda dan ananda.
Tak lama berselang, pesan Whatsapp pun berbunyi “Assalamu’alaikum, Selamat pagi ayah bunda….” []
Leave a Reply