,

Bajrangi Bhaijaan (2015), Kala Kebaikan Mampu Menembus Sekat Agama

/
/

Bajrangi

Neswa.id-Isu yang diangkat dalam film Bollywood ini cukup sensitif, yakni konflik yang selalu riuh-reda: Islam-Hindu dan India-Pakistan. Namun, film ini menyampaikannya dengan hangat, haru, mudah dicerna, dan sesekali dibumbui komedi yang gurih.

Hubungan Islam dan Hindu di India memang masih sering panas. Islamofobia kerap ditemukan di negara yang mayoritas penganut Hindu tersebut. Mulai dari ujaran kebencian, persekusi, prasangka love jihad, sampai para politikus sayap kanan yang kerap menggunakan politik identitas.

Di dunia perfilman sendiri, sebagian sineas tak henti menyampaikan pesan toleransi, baik terang-terangan maupun hanya sedikit susupan. Salah satunya, film yang dirilis tahun 2015 dan meraih kesuksesan besar ini, berjudul Bajrangi Bhaijaan.

Kabir Khan, sutradara yang terkenal dengan film dokumenter, berhasil menyajikan pesan toleransi plus sinematografi yang apik dalam film ini. Pemeran utama Bajrangi Bhaijaan dibintangi oleh Salman Khan—aktor veteran yang aktif dalam isu kemanusiaan dan Harshali Maholtra—artis cilik yang menawan

Alkisah, gadis cilik Pakistan yang mengalami kendala bicara—bernama Shahida, diajak sang ibu berziarah ke makam ulama di India. Mereka percaya, jika berdoa di sana akan terkabul, dan Shahida lekas dapat bicara. Dengan birokrasi yang cukup ketat, keduanya sampai di India dengan lancar. Namun, ketika pulang kembali ke Pakistan, kereta api yang mereka tumpangi mogok. Pada saat itu, Shahida yang tertarik melihat anak kambing di jendela, akhirnya keluar dari kereta. Tak ada yang tahu, hampir semua penumpang kereta tertidur, termasuk sang ibu. Kereta mulai berjalan, Shahida mengejar sambil melambai, mencoba berteriak namun tak bisa mengeluarkan suara.

Momen selanjutnya inilah, babak baru dimulai, kala Shahida bertemu Pawan—seorang pemuda pengikut Dewa Hanuman yang amat taat. Pawan digambarkan rajin ibadah dan ketika ada kera, ia memberi penghormatan. Ia pemuda sederhana, lugu, dan sangat jujur.

Shahida terus mengikuti Pawan, sampai akhirnya Pawan membawanya ikut tinggal bersamanya. Karena tidak tahu nama si gadis cilik itu, Pawan menamainya Munni. Pawan sendiri tinggal bersama calon mertua yang cukup galak dan punya prasangka pada agama lain dan membenci Pakistan.

Pawan belum tahu agama dan kewarganegaraan Munni. Ketika Munni ingin makan masakan ayam, Pawan sebagai Hindu vegetarian—melarangnya. Namun, karena kasihan pada Munni, masakan ayam pun boleh dimakan Munni. Setelahnya, Munni diajak mohon ampun di hadapan patung Dewa.

“Maafkan Munni, Dewa. Dia masih kecil..” ucapnya. Pawan rupanya berusaha menegosiasi ketaatannya dengan rasa sayangnya pada Munni.

Suatu ketika, akhirnya Pawan dan keluarga calon mertuanya mengetahui identitas agama dan kewarganegaraan Munni. Kekagetan dan kemarahan pun menyeruak. Dengan hati yang berat, Pawan awalnya membawa Munni ke agen yang akan mengantarkannya ke kepolisian Pakistan. Namun ternyata agen tersebut adalah penipu. Mengetahui hal tersebut, Pawan bertekad mengantar Munni sendiri hingga bertemu orang tuanya.

Momen perjuangan Pawan mengantar Munni ini menjadi sangat mengharukan. Pawan harus melewati perbatasan Pakistan dan India. Ia juga sempat ditangkap dan digebuki polisi Pakistan karena dianggap sebagai mata-mata India.

Saat perjalanan di Pakistan, ada sebuah momen hangat dengan dialog ringan yang menyusup di hati saya, yakni ketika Pawan bertemu Maulana Shahab. Sang pemuka agama itu mempersilahkan Pawan beristirahat di masjidnya, “kenapa berdiri di sini? Ayo masuk.” Pawan menolak.

“Aku tidak bisaa masuk, aku bukan orang Islam.”

Dengan ringan dan ramah, Maulana Shahab menjawab, “memangnya kenapa, saudaraku? Tempat ini terbuka bagi semua orang. Itu sebabnya, kami tak pernah mengunci masjid kami, ayo.”

Bagian akhir, film ini ditutup dengan indah dan memuaskan penonton. Seperti yang ditunggu oleh pecinta film India, lagu-lagu yang menghiasi film ini tidak mengecewakan. Ada yang bersemangat, lucu, dan memeras air mata. Salah satu lirik lagu yang ditulis Kausar Munir yang berbau sufistik berjudul “Bhar Do Joli Meri”, juga berhasil meresap di hati banyak orang dengan berbagai latar belakang. “I am Hindu but this song really penetrates in to my heart respect for Nabi. Really heart touching.” Tulis salah satu pengguna Youtube, @jaishivgupta. (IM)


Farida Novita Rahmah Avatar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *