Author: Akhiriyati Sundari
  • Ruang Baca Pembaca “Hati Suhita” & Penanda “Kebangkitan” Sastra Pesantren (?)

    Ruang Baca Pembaca “Hati Suhita” & Penanda “Kebangkitan” Sastra Pesantren (?)

    /
    /

    0

    Ruang Baca Pembaca “Hati Suhita” (Bagian 2, terakhir) Tulisan ini bagian terakhir dari tulisan sebelumnya https://neswa.id/artikel/bagaimana-proses-persalinan-novel-hati-suhita-bag-1/ Sekira dalam waktu dua hingga tiga bulan, akhirnya naskah HS berhasil dilahirkan dalam bentuk fisik sebagaimana dinanti-nanti oleh ribuan pembaca. Di sini, HS melompat sendiri. Lompatan yang tinggi bahkan. Menciptakan ‘pasar’ bagi para pembaca yang memburunya lengkap dengan euforia…

    Selengkapnya »

  • Bagaimana Proses Persalinan Novel “Hati Suhita”? (Bag. 1)

    Bagaimana Proses Persalinan Novel “Hati Suhita”? (Bag. 1)

    /
    /

    0

    Sekurang-kurangnya sembilan bulan, terhitung sejak cerita bersambung (cerbung) Hati Suhita diposting secara berkala di beranda medsos akun facebook Khilma Anis, penulisnya, hingga kini mewujud dalam sebuah buku fisik, masih tak luput dari perbincangan. Terutama dari para pembaca setianya. Kerap kali saya ditanya bagaimana terlibat “memroses” naskah mentah itu mulanya hingga rampung dan sampai ke tangan…

    Selengkapnya »

  • Menguak yang “Wigati” dari WIGATI; Membaca Novel Manis Khilma Anis

    Menguak yang “Wigati” dari WIGATI; Membaca Novel Manis Khilma Anis

    /
    /

    0

    Oh, Empu Gandring, telah engkau buatkan Ken Arok sebilah keris untuk membunuh Tunggul Ametung. Bisakah kau buatkan aku sebilah pusaka yang bisa membunuh kenangan? Kalimat pembuka tulisan di atas adalah kalimat penutup dari novel yang berkisah tentang keris; benda pusaka yang dipakai oleh penulisnya untuk mengikat keseluruhan isi novel yang berjudul Wigati; Lintang Manik Woro.…

    Selengkapnya »

  • Bianglala

    Bianglala

    /
    /

    0

    cerpen Akhiriyati Sundari Malam menggantung pucat di puncak pekat. Begitu kecil begitu sipit cahaya tercurah dari arah bulan sabit, menyirami  jalan setapak menuju pondok, sedikit-sedikit. Dari arah selatan, kesiur angin laut menampar wajah seorang remaja perempuan, mencubit-cubit kulitnya hingga merekahkan gigil. Hendak ia percepat langkahnya saat melewati samping kiri tanah kebun luas yang ditanami rimbun…

    Selengkapnya »