إنما أنا ابن امرأة من قريشي تأكل القديد
Aku “semata” anak dari perempuan Quraisy yang makan daging kering (Muhammad)
Saat fathul Makkah, seseorang mendatangi Nabi, ia berbicara dengan beliau dengan penuh gemetar karena takutnya. Maklum saja yang ada di hadapannya adalah sosok yang menaklukkan Mekah.
Aliran adrenalin yang begitu deras mempengaruhi tata bicaranya. Dadanya berguncang, kata-kata darinya menjadi tidak beraturan. Nabi pun menenangkannya.
“Tenangkan dirimu, aku bukanlah raja. Aku “hanyalah” anak dari perempuan quraisy yang dahulunya pun makan daging kering” (HR. Ibn Hibban)
Begitulah Nabi, membangun relasi dengan cara mengedepankan empati. Sosok di hadapan beliau -dalam tata sosial masyarakat Mekah jahiliah- sangat pantas untuk takut dan hormat sedalam-dalamnya. Namun ucapan sang Nabi menenangkan hatinya. Nabi membangun empati, dengan menceritakan ibundanya.
Tentu saja sosok ibunda nabi tidak “semata” perempuan biasa Mekah. Ia merupakan perempuan pertama dalam lintasan sejarah kehidupan Nabi Muhammad. Rahim di mana nur Kenabian ditempatkan tentulah merupakan insan pilihan
Ibn Ishaq menggambarkan Aminah muda sebagai;
وكانت يومئذ أفضل فتاة في قريش نسبا وموضعا
“Di masanya, Aminah adalah gadis paling mulia nasab dan kedudukannya dalam suku Quraisy”
Terdapat beberapa riwayat yang mencatat profil beliau beserta beberapa peristiwa yang menyertainya. Artikel ini mencoba menceritakan riwayat-riwayat yang dikumpulkan dalam Nisa Hawl ar-Rasul karya Umar Ahmad ar-Rawi.
Kisah-kisah dan penceritaan ar-Rawi tentang sosok Aminah diangkat dari Thabaqat Ibn Sa’d, Sirah Ibn Hisyam, Tarikh al-Islam, Tahdzhib al-Asma wa Allughat, ad-Dur al-Mantsur, Safinah al-Bahr, hingga Aywn al-Atsr.
Dari riwayat al-Qirmani, Aminah merupakan sosok keindahan dan kesempurnaan yang paling menonjol dan diakui oleh kaumnya. Aminah memiliki keahlian kesusasteraan dan kebijaksanaan yang tidak ada tandingannya di kalangan para perempuan Arab kala itu.
Hanya saja, beliau wafat saat sang Nabi menjelang usia enam tahun; saat ia dalam perjalanan pulang usai menziarahi pusara suami tercinta, Abdullah. Di sebuah tempat bernama Abwa, beliau kemudian dimakamkan.
Sebagaimana beliau dikenal sebagai penyair arab adiluhung, menjelang wafatnya, Sayyidah Aminah mendendangkan beberapa bait syair, mengenang sekaligus menempatkan harapan-harapannya pada sang Nabi, yang ketika itu sedang bermain di sisinya.
Dengan penuh keharuan, karena mengetahui sang putra akan tumbuh tanpa ayah tanpa ibu di satu sisi. Di sisi lain, sang ibu telah mengetahui, putranya akan menjadi satu titik tolak penting dalam perjalanan sejarah; ia melantunkan beberapa bait senandung rindu; untuk sang putra dan sang ayahanda:
بَارَكَ اللهُ فِيْكَ مِنْ غُلَامٍ ۞ يَا ابْنَ الَّذِي فِي حَوْمَةِ الحمامِ
نَجَا بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ ۞ فَوُدِّيْ غَدَاةَ الضَّرْبِ بِالسَّهَامِ
بِمِائَةٍ مِنْ إِبِلٍ سِوَام ۞ إِنْ صَحَّ مَا أَبْصَرْتُ فِي المَنَامِ
فَأَنْتَ مَبْعُوثٌ إِلَى الأَنَامِ ۞ تُبْعَثُ فِي الحِلِّ وَفِي الحَرَامِ
تُبْعَثُ بِالتَّوْحِيدِ وَالإِسْلَامِ ۞ دِيْنِ أَبِيْكَ البِرِّ اَبْرَاهَامِ
فَاللَّه ينهاكَ عن الأصنامِ ۞ أن لا تُواليها مع الأقوامِ
berkah Allah selalu untukmu, anakku
putra dari dia, yang gugur dalam takdir kematian
ia telah menang, dengan pertolongan Penguasa semesta
kasihku, mendahului hujan anak panah
beserta seratus unta dengan gembalanya
andaikata benar apa yang kulihat dalam mimpi
maka engkau diutus kepada segenap manusia
dari sisiNya; pemilik kemuliaan dan keagungan
engkau diutus untuk mengabarkan perkara halal, dan haram.
Serta untuk menegakkan keesaan dan Islam
Agama ayahmu, dan Ibrahim alaihissalam
Allah menghalangimu dari segala berhala
Agar kau tak serta menyembahnya seperti orang kebanyakan
Syair Sayyidah Aminah penuh kenang sekaligus harap. Karena selama mengandung, ia berkali-kali bermimpi akan tanda-tanda kenabian sang jabang bayi;
وَأُتِيَتْ فِي الْمَنَامِ فَقَالَ لَهَا إِنَّكِ قَدْ حَمَلْتِ بِسَيِّدِ الْعلَمِيْنَ وَخَيْرِ الْبَرِيَّةِ، وَسَمِّيْهِ إِذَا وَضَعْتِهِ مُحَمَّدًا لِأَنَّهُ سَتُحْمَدُ عُقْبَاهُ
Aminah didatangi dalam mimpinya, kemudian dikatakan padanya. “engkau mengandung kemulyaan semesta dan makhluk paling utama. Namakanlah dia Muhammad (yang terpuji), karena ia akan selalu dipuja sepanjang masa” (al-Barzanji, Rawi ke-3)
Melepas hidup, sembari menatap Muhammad muda, sang ibunda menutup usia tuturnya;
كل حي ميت، وكل جديد بال ، وكل كبير يفنى ، وأنا ميتة ، وذكري باق ، وقد تركت خيرا ، وولدت طهرا
Setiap yang hidup akan merasakan kematian
Setiap yang baru akan segera usang
segala keagungan, pada akhirnya akan binasa.
Aku pun akan mati
tapi aku dan kenangan atas diriku tinggal abadi.
aku telah mewariskan kebajikan
serta melahirkan kesucian
Muhammad s.a.w muda kemudian beralih ke Umm Ayman, pengasuhnya. Bertanya-tanya tentang rahasia kehidupan yang baru saja menyergapnya, tentang tubuh yang kaku dan dingin, tentang suara yang lirih kemudian menghilang.
Umm Ayman hanya bisa mendekap dan menenangkannya
إنه الموت يا بني
Wahai anakku, ini namanya kematian.
*Diolah dari Nisa Hawl ar-Rasul karya Umar Ahmad ar-Rawi dan Aminah bint Wahb karya Dr. Aisyah bint Syathi
Leave a Reply