YOGYAKARTA, 14 November 2024 — Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid mengkritisi realitas kebebasan beragama di Indonesia, yang menurutnya masih jauh dari semangat Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun hak beragama dijamin oleh konstitusi, praktiknya sering kali tidak sejalan dengan prinsip tersebut. Menurutnya, Bhinneka Tunggal Ika belum benar-benar tercermin dalam kesetaraan bagi semua warga negara.
“Kita selalu membanggakan Indonesia sebagai negara yang harmonis dan rukun, tetapi realitanya tidak seindah slogan-slogan itu. Padahal, hak beragama itu dilindungi oleh konstitusi, disebutkan oleh konstitusi tapi faktanya tidak demikian,” ungkap Alissa saat menyampaikan orasi ilmiah dalam Simposium Festival Beda Setara di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Merujuk pada laporan Setara Institute tentang intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama, Alissa menyebut laporan tersebut menunjukkan adanya tren peningkatan dari 2014 hingga saat ini, meskipun ada perkembangan positif yang belum mencapai stabilitas jangka panjang.
Alissa menilai upaya Kementerian Agama (Kemenag) melalui program moderasi beragama mampu memberikan dampak positif. Namun, ia menegaskan bahwa angka pelanggaran masih terbilang besar. Putri sulung Gus Dur tersebut menyebutkan bahwa tren intoleransi cenderung meningkat selama tahun-tahun politik, seperti Pemilu dan Pilkada, karena sentimen agama kerap digunakan untuk memanipulasi opini publik.
“Apakah tahun-tahun itu adalah tahun-tahun Pemilihan Umum Presiden dan Pilkada? 2014-2015 2019-2020, 2023 dan kita memperhitungkan tahun ini pasti angkanya naik. Jadi kita juga perlu memperhitungkan itu kenapa? Karena berdasarkan penelitian, sentimen agama menjadi salah satu sentimen yang kemudian dipelintir menjadi sentimen kebencian kalau ada kontestasi politik,” jabar dia.
Hal ini, sambungnya, menjadi perhatian lantaran agama di Indonesia merupakan aspek penting yang masih dipertahankan kuat oleh masyarakat Indonesia. “Di Indonesia, agama memiliki peran yang sangat signifikan dalam kehidupan masyarakat. Lebih dari 90 persen warga Indonesia, termasuk Gen Z, menganggap agama sebagai hal yang penting,” kata dia.
Menurut Alissa, tingginya angka pelanggaran kebebasan beragama sebagian besar dipicu oleh peran agama dalam politik, yang sering kali disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Namun, pertanyaannya adalah, praktik beragama yang seperti apa yang akan memengaruhi kehidupan kita sebagai bangsa dan negara?
“Yang menarik, ternyata 20 tahun terakhir ini masyarakat Indonesia menyatakan bahwa agama makin besar pengaruhnya. Paling tinggi dari seluruh dunia ketika ditanya dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu. Apakah agama makin penting bagi negara Anda? Indonesia paling tinggi itu 83 persen, yang lainnya kan sedikit-sedikit. Spanyol itu 7 persen yang menganggap penting,” pungkas Alissa di hadapan lebih dari 200 peserta yang hadir.
Alissa Wahid Ungkap Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Masih Jauh dari Ideal
/
/
Leave a Reply